Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku, pemerintah tengah menyiapkan beberapa stimulus untuk menangkal dampak virus corona (Covid-19) terhadap perekonomian nasional. Dengan begitu, perekonomian Indonesia diharap dapat terjaga dan terdongkrak.
Menkeu mengatakan, untuk mendorong perekonomian yang melemah akibat wabah Covid-19, pemerintah berencana akan menahan pungutan pajak penghasilan atau PPh pasal 21 yang dibebankan kepada karyawan atau pegawai. Pasalnya, aturan tersebut sudah rampung 95% dan segera akan diterbitkan dalam waktu dekat.
“Untuk PPh 21 pembahasannya di Kemenkeu sudah cukup detil, sudah 95%. Kita sudah lihat pengalaman di 2008, kita sudah siapkan mekanisme, dan berhitung kalau kita berikan berapa bulan, berapa saja atau sektor yang ditarget apa saja, kita sudah kalkulasi,” ujar Sri Mulyani, Selasa, 10 Maret 2020.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, bahwa aturan tersebut saat ini tengah dipresentasikan di tingkat rapat koordinasi dan rapat kabinet. Selain itu Menkeu juga menegaskan, bahwa PPh pasal 25 atau PPh badan, juga ada kemungkinan untuk ditahan penerapannya. “Pasal 25 sedang kita siapkan juga,” ucap Srimul.
Selain menahan pungutan PPh pasal 21, tambah Menkeu, pemerintah juga menyiapkan stimulus lainnya untuk mencegah dampak wabah virus corona. Sri Mulyani mengatakan, untuk mengatasi pasar keuangan yang sedang tertekan, pemerintah saat ini sedang menstabilisasi imbal hasil surat utang pemerintah.
Perkembangan di pasar keuangan khususnya pasar saham dan pasar SBN menjadi perhatian pemerintah dan terus diwaspadai. Apalagi pergerakan saham di global sedang bergejolak.
“Sudah disiapkan bonds stabilisasi framework. Sekarang market SBN tidak terlalu tenang. Ada saja trigger isu yang muncul yang sifatnya jauh dari fundamental. Di situasi pasar bergejolak, kita biasanya melakukan framework stabilisasi dari SBN,” paparnya.
Untuk itu, ke depan, pihaknya tetap melakukan koordinasi dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk terus melakukan pemantauan khususnya gejolak yang terjadi dipasar keuangan (IHSG) terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memastikan keadaan perbankan dan korporasi lainnya tetap terjaga.
OJK sendiri telah mengeluarkan kebijakan dengan mengizinkan semua emiten atau perusahaan publik melakukan pembelian kembali (buyback) saham sebagai upaya memberikan stimulus perekonomian dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan.
Buyback saham oleh emiten dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, pembelian dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS. Kebijakan ini dilakukan seiring dengan perlambatan dan tekanan perekonomian baik global, regional maupun nasional sebagai akibat dari wabah Covid-19 dan melemahnya harga minyak dunia.
Sementara itu, Bank Indonesia juga sudah mengeluarkan kebijakannya dari sisi likuiditas perbankan yakni dengan menurunkan rasio GWM Valas Bank Umum Konvensional, dari 8% menjadi 4%. Penurunan rasio GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar USD3,2 miliar.
“Kita perlu kembalikan market ini supaya nyaman jadi kita berhubungan langsung dengan market psychology. Itu jadi psikologis yang muncul di sana namun ini harus tetap kita waspadai kalau berlangsung lama dan sangat lama bisa pengaruhi fundamental jadi kami BI, OJK dan LPS berupaya agar pengaruhnya gak masuk ke sektor fundamental,” tutup Srimul. (*)