Gara-Gara Corona, BI Turunkan Proyeksi Ekonomi RI jadi 5%

Gara-Gara Corona, BI Turunkan Proyeksi Ekonomi RI jadi 5%

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menilai, proses pemulihan ekonomi global tertahan setelah Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) merebak akhir Januari 2020. Kesepakatan tahap 1 perundingan perdagangan AS-Tiongkok sempat menurunkan ketidakpastian global dan meningkatkan optimisme pelaku ekonomi terhadap prospek pemulihan ekonomi global.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, sejalan dengan pemulihan ekonomi global yang tertahan, serta memengaruhi perekonomian Indonesia melalui jalur pariwisata, perdagangan, dan investasi, BI pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2020 akan lebih rendah, yaitu menjadi 5,0-5,4%, dari prakiraan semula 5,1-5,5%, dan kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,2-5,6%.

“Revisi prakiraan ini terutama karena pengaruh jangka pendek tertahannya prospek pemulihan ekonomi dunia pasca meluasnya Covid-19,” ujar Perry di Gedung BI, Kamis, 20 Februari 2020.

Sebelumnya, sejumlah indikator dini ekonomi global seperti keyakinan pelaku ekonomi, Purchasing Manager Index (PMI) dan pesanan ekspor menunjukan perbaikan pada Desember 2019-Januari 2020. Optimisme berubah setelah terjadinya Covid-19 yang diperkirakan akan menekan perekonomian Tiongkok dan menghambat keberlanjutan pemulihan ekonomi global, setidaknya pada triwulan I-2020.

Kondisi pemulihan ekonomi global yang tertahan tersebut, Bank Indonesia pun menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 dari 3,1% menjadi 3,0%, dan kemudian meningkat menjadi 3,4% dari prakiraan semula 3,2% pada tahun 2021.

Lebih lanjut Perry mengungkapkan, di pasar keuangan global, terjadinya Covid-19 telah meningkatkan risiko sehingga mendorong penyesuaian aliran dana global dari negara berkembang kepada aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman, serta memberikan tekanan kepada mata uang negara berkembang.

“Ke depan, upaya penanggulangan Covid-19 perlu terus dicermati karena dapat memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi, volume perdagangan, dan harga komoditas dunia, serta pergerakan aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia,” paparnya.

Perry menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus didorong sehingga tetap berdaya tahan di tengah risiko tertundanya prospek pemulihan perekonomian dunia. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi tetap baik yakni berada pada kisaran 5,02%, meskipun lebih rendah bila dibandingkan dengan capaian tahun 2018 yang sebesar 5,17%.

“Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang permintaan domestik yang terjaga, sedangkan kinerja ekspor menurun sejalan pengaruh perlambatan permintaan global dan penurunan harga komoditas,” ucap Perry.

Secara spasial, tambah Perry, permintaan domestik yang tetap baik ditopang oleh meningkatnya perdagangan antardaerah seperti di wilayah Sumatera. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Kalimantan dan Bali-Nusa Tenggara tetap terjaga didukung oleh perbaikan ekspor komoditas primer.

“Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan Otoritas terkait guna memperkuat sumber, struktur, dan kecepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk mendorong investasi melalui proyek infrastruktur dan implementasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan,” tutupnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News