Jakarta–Kredit investasi pada November 2015 tercatat Rp992,208 triliun tumbuh 9,86% dibanding November tahun lalu. Pertumbuhan kredit investasi itu lebih tinggi dibanding kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja dan kredit konsumsi tercatat hanya tumbuh masing-masing 5,52% dan 8,93%.
Kendati lebih baik dibanding kredit jenis lainnya, pertumbuhan kredit investasi itu masih lebih rendah ketimbang tahun lalu. Pada periode yang sama tahun 2015, kredit investasi tercatat tumbuh 13,73% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp881,51 triliun. Laju kredit investasi tahun lalu pun sebenarnya jauh lebih rendah ketimbang tahun 2014 yang tercatat tumbuh 34,95%.
Secara keseluruhan pertumbuhan kredit memang masih melambat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit pada November hanya 9,8% secara tahunan (yoy) dengan nilai Rp3.983 triliun. Pertumbuhan per November itu turun dibandingkan pertumbuhan per Oktober yang mencapai 10,3%
Tahun ini OJK memproyeksikan pertumbuhan kredit 13,9%. Pertumbuhan diperkirakan akan terjadi pada semua segmen dan jenis kredit. Utamanya dari kredit untuk sektor infrastruktur dan kredit UMKM dengan adanya Kredit Usaha Rakyat(KUR) yang ditargetkan mencapai Rp100 triliun hingga Rp120 triliun.
“Semua merata ya infrastruktur yang kecil-kecil itu juga kalau KUR Rp120 triliun tahun ini kan signifikan juga,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad usai Pertemuan Tahunan OJK dengan Pelaku Industri Jasa Keuangan 2016 di Jakarta, Jumat 15 Januari 2016.
Optimisme akan pertumbuhan kredit yang lebih baik dibanding tahun lalu juga diungkapkan Presiden Direktur PT Bank Central Asia, Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan BCA sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan kredit hanya 10%, namun dengan
“Di awal kita berpikir hanya 10-11% tapi kalau ekonomi baik di atas itu bisa,” kata Jahja dalam kesempatan yang sama. Ia memproyeksikan pertumbuhan akan mulai terdorong seiring gencarnya proyek-proyek infrastruktur Pemerintah. Di sisi lain, jika pertumbuhan kredit meningkat, industri perbankan diperkirakan akan mengalami pengetatan likuiditas.
“Likuiditas tergantung proyek infrastruktur, kalau proyek-proyek infrastruktur jalan mungkin likuiditas akan ketat ya, tapi ya harus tetap dijalankan karena untuk ke depan infrastruktur sangat dibutuhkan,” tambah Jahja. Jahja mengatakan di BCA sendiri kondisi likuiditas mulai mengetat dicerminkan dari peningkatan Loan To Deposit Ratio (LDR) dari 78% ke 80%.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia, dengan pertumbuhan simpanan yang lebih lambat, level rasio kredit terhadap simpanan (LDR) memang naik menjadi 90,5% pada November dari 89,8% pada Oktober. Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat Rp4.367 triliun tumbuh 7,7%. Pertumbuhan simpanan itu melambat dibanding petumbuhan pada Oktober yang tercatat 9% secara tahunan dengan nilai Rp4.370 triliun. (*) Ria Martati