Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Ada beberapa kursi Menteri yang dirombak, salah satunya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang saat ini diduduki oleh Erick Thohir menggantikan Rini Soemarno. Sepeninggalan Rini Soemarno, sebanyak 12 perusahaan yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN masih merugi.
Rini Soemarno dianggap orang paling bertanggung jawab atas kerugiaan yang dialami 12 perusahaan plat merah. Rini dianggap gagal dalam membina dan meningkatkan kinerja BUMN selama menjabat sebagai Menteri BUMN periode 2014-2019, sehingga belasan BUMN masih mengalami rugi. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena selama menjabat sebagai Menteri BUMN, Rini belum menunjukkan kinerja baiknya.
Jika mengacu dalam amanat Undang-Undang Nomor 19/2003 tentang BUMN menyebutkan, bahwa fungsi BUMN salah satunya adalah mengejar keuntungan. Sedangkan Menteri BUMN memiliki tugas melakukan pembinaan terhadap BUMN. Namun hasilnya dilapangan, fungsi Menteri BUMN terkesan tidak ada dan cenderung sering mengolok-ngolok BUMN yang untung tanpa melihat BUMN yang merugi. Kondisi ini tentu sangat timpang.
Kendati ada sejumlah perusahaan plat merah yang memiliki kinerja kinclong, namun seharusnya Kementerian BUMN tidak boleh mentolerir adanya BUMN yang merugi. Hal ini dikarenakan modal BUMN yang berasal dari penyertaan modal negara yang bersumber dari APBN yang merupakan uang pajak yang diambil dari rakyat, maka perusahaan dibawah naungan Kementerian BUMN harus dapat memberikan kontribusi kepada kas negara.
Berdasarkan data Biro Riset Infobank, 12 BUMN yang masih mengalami kerugian per akhir 2018 adalah:
1. PT Asuransi Jiwasraya
Perusahaan asuransi plat merah ini mengalami kerugian yang paling besar dibandingkan dengan BUMN lainnya yang merugi. Tercatat, per akhir 2018 Asuransi Jiwasraya merugi Rp15,83 triliun per akhir tahun 2018 bila dibandingkan dengan akhir tahun 2017 yang masih laba sebesar Rp428,58 miliar.
2. PT Krakatau Steel Tbk
PT Krakatau Steel Tbk disebut mengalami kerugian akibat tingginya biaya produksi dibandingkan harga pasar. Adanya hal tersebut perusahaan merugi hingga Rp1,09 triliun per akhir 2018. Dibandingkan tahun sebelumnya, Krakatau Steel merugi Rp1,15 triliun.
3. Perum Bulog
Kinerja yang buruk, membuat Perum Bulog mencatatkan rugi sebesar Rp961,78 miliar di akhir 2018. Padahal pada akhir tahun sebelumnya, perusahaan masih mencatatkan laba yang tercatat sebesar Rp830,98 miliar.
4. PT Dirgantara Indonesia
Perusahaan yang bergerak dibidang pesawat terbang ini, juga mengalami kerugian dalam kinerja keuangannya. Tercatat per akhir 2018 PT Dirgantara Indonesia merugi hingga Rp961,78 miliar dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya yang masih mencatatkan laba sebesar Rp68,16 miliar.
5. PT PAL Indonesia
Perusahaan BUMN ini mengalami kerugian sebesar Rp304,15 miliar pada akhir 2018 lalu. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, perusahaan juga tercatat merugi, namun lebih kecil yakni sebesar Rp45,33 miliar.
6. PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari
Kinerja perusahaan ini juga tercatat masih negatif. Pada akhir 2018 perusahaan mengalami rugi Rp272,87 miliar. Sedangkan pada akhir 2017 lalu, perusahaan sudah mengalami rugi sebesar Rp8,77 miliar.
7. PT Sang Hyang Seri
Perusahaan yang bergerak dibidang perbenihan, sarana produksi pertanian, hasil pertanian, pengelolaan lahan pertanian, penelitian dan pengembangan ini, juga mengalami rugi mencapai Rp182,54 miliar per akhir 2018. Dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya perusahaan masih mencatatkan laba sebesar Rp15,02 miliar.
8. PT Iglas
Perusahaan BUMN ini pada akhir Desember 2018 juga mengalami rugi mencapai Rp84,61 miliar. Sementara pada akhir tahun 2017 perusahaan sudah mengalami rugi sebesar Rp55,45 miliar.
9. PT Pertani
Perusahaan yang bergerak dibidang pertanian ini mengalami rugi sebesar Rp83,07 miliar pada 2018 lalu. Kinerja yang kurang moncer, menyebakan PT Pertani tak mencatatkan laba. Padahal, pada 2017 perusahaan masih mencatatkan laba sebesar Rp25,52 miliar.
10. PT Kertas Kraft Aceh
Perusahaan BUMN ini juga mengalami rugi pada akhir tahun 2018 lau yang tercatat sebesar Rp75,11 miliar per akhir 2018. Perusahaan sudah merugi sejak tahun 2017 yakni sebesar Rp66,42 miliar.
11. PT Varuna Tirta Prakas
Kinerja perusahaan yang kurang baik menyebakan bisnis perusahaan merosot. PT Varuna Tirta Prakas mengalami rugi sebesar Rp6,65 miliar per akhir 2018. Sementara jika dibandingkan dengan akhir tahun 2017 perusahaan juga sudah merugi sebesar Rp6,58 miliar.
12. PT Indofarma Tbk
BUMN yang bergerak dibidang obat-obat ini mengalami rugi sebesar Rp32,73 miliar pada akhir Desember 2018 kemarin. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rugi Indofarma sudah mengecil yakni dari Rp46,28 miliar.
Selama menjabat sebagai Menteri BUMN, Rini Soemarno selalu mendapat sorotan tajam. Pasalnya, selama di bawah kendali Rini, banyak BUMN yang dikelola secara tak wajar dan banyak petinggi perusahaan BUMN yang terjerat korupsi. Sejumlah direksi BUMN harus berhadapan dengan hukum terkait dengan kasus korupsi. Semuanya terjadi selama Rini menjabat sebagai Menteri BUMN.
Adapun sejumlah direksi BUMN yang tersandung kasus korupsi antara lain Direktur Utama PLN Sofyan Basir, Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro, Direktur Utama PTPN III Dolly Pulungan, Direktur Utama PT INTI Darman Mappangara, dan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia Risyanto Suanda.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai, Menteri BUMN yang baru yakni Erick Thohir, harus bisa mengatasi kinerja perusahaan plat merah yang merugi dengan menempatkan direksi yang berpengalaman dan memiliki visi yang kuat. Di sisi lain, dirinya juga meminta agar posisi BUMN yang strategis jangan sampai dikotori oleh kepentingan politik jangka pendek termasuk penunjukkan direksi dan komisaris.
“Selain itu penugasan-penugasan ke BUMN yang tidak memikirkan keberlangsungan usaha BUMN juga harus dievaluasi. Misalnya proyek proyek infrastruktur yang dipaksakan. Tata kelola BUMN juga harus dibenahi jangan terulang lagi kasus fraud dan manipulasi keuangan,” ujar Bhima kepada Infobanknews sepert dikutip di Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2019.
Kebijakan Rini Soemarno yang belakangan cenderung mengedepankan sinergi antar BUMN, menurut Bhima, justru memiliki dampak negatif terhadap perekonomian, lantaran dominasi BUMN yang berlebihan telah meminggirkan peran swasta. Padahal, kata dia, peran swasta harus banyak dilibatkan, sehingga porsi pembagian bisnis khususnya dalam pembangunan infrastruktur lebih merata.
“Ini kan aneh proyek infrastruktur digenjot tapi ada puluhan ribu kontraktor yang tutup. Ke depannya peran swasta harus banyak dilibatkan, jangan menganakemaskan anak cucu BUMN. Gak sehat itu,” ucapnya.
Ke depan, persoalan ini menjadi PR besar bagi Presiden Jokowi untuk bisa menjadikan BUMN sebagai entitas bisnis yang bersih dan profesional di pemerintahan jilid keduanya ini.
Kalau tidak ada pembenahan, maka BUMN yang memiliki aset hingga ribuan triliun rupiah tidak pernah jadi sebuah korporasi milik negara yang bisa menghasilkan keuntungan untuk penerimaan negara yang maksimal dan dinikmati oleh masyarakat. (*)