Jakarta–Pemerintah telah menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi sebesar 9% yang sudah berlaku pada 4 Januari 2016 lalu dari sebelumnya 12%. Semakin rendahnya bunga KUR ini dikhawatirkan risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) akan semakin besar.
Adanya kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan perbankan yang ditunjuk sebagai bank penyalur KUR untuk tetap dapat menjaga NPL KURnya. Pasalnya, pemerintah di tahun ini berencana meningkatkan anggaran yang cukup besar untuk KUR menjadi sekira Rp120 triliun.
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK, Irwan Lubis mengungkapkan, KUR merupakan kredit program dengan bunga dan cover asuransi yang disubsidi pemerintah. Meskipun demikian, likuiditas yang digunakan tetap likuiditas perbankan sehingga NPL-nya harus dijaga dengan baik.
“Kami akan diskusi dengan bank agar proses penyaluran KUR bisa dilakukan dengan prudent dan dipersiapkan dengan baik dan pengendalian risiko baik sehingga jangan sampai KUR akan mendorong NPL perbankan naik,” ujar Irwan di Jakarta, Rabu, 13 Januari 2016.
Kendati begitu, kata dia, jika melihat pengalaman perbankan dalam menyalurkan KUR selama ini, dirasa tidak akan ada masalah yang harus dikhawatirkan. Sehingga, NPL perbankan secara keseluruhan diharapkan bisa lebih rendah dibanding NPL tahun sebelumnya.
Lebih lanjut Irwan mengungkapkan, agar menjaga kualitas kreditnya, bank perlu menjalankan program retsrukturisasi kredit dengan baik. Apabila tidak berjalan, bank perlu menyiapkan pencadangan (provision) yang bertujuan untuk mengantisipasi kredit bermasalah.
“Bank harus bentuk provision yang jumlahnya cukup maka apabila tidak ada prospek retsrukturisasi kredit maka bank bisa gunakan provision untuk write-off kredit tidak berprospek maka NPL bisa turun,” tutup Irwan. (*) Rezkiana Nisaputra