Jakarta – Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan/PSAK baru (PSAK 71, 72, dan 73) sesuai dengan ketentuan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang akan berlaku efektif pada 1 Januari 2020 akan berdampak luas bagi pelaporan kinerja keuangan dari perusahaan yang tercatat di bursa saham (emiten).
DSAK telah menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) baru yang mengadopsi tiga Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards (IFRS) yaitu PSAK71 Instrumen Keuangan berlaku efektif 1 Januari 2020 yang mengadopsi IFRS 9.
Berikutnya, PSAK72 Pendapatan Dari Kontrak Dengan Pelanggan berlaku efektif 1 Januari 2020 yang mengadopsi IFRS 15. Terakhir, PSAK 73 Sewa berlaku efektif 1 Januari 2020 yang mengadopsi IFRS 16. Ketiga standar tersebut harus diimplementasikan oleh seluruh perusahaan di Indonesia yang menerapkan PSAK.
Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN-IAI) Rosita Uli Sinaga menjelaskan, IFRS 15 akan mengubah secara signifikan kapan perusahaan mengakui pendapatan, pengukuran pendapatannya termasuk bagaimana penyajian dan pengungkapannya di laporan keuangan.
“Ini berlaku untuk semua industri. Dampaknya untuk beberapa industri sangat signifikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada industri ritel, kontrak konstruksi dan pengembang, serta telekomunikasi,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019.
Sementara IFRS 9 akan mengubah metode perhitungan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan. Industri yang sangat terdampak adalah Perbankan dan perusahaan pembiayaan. Akan tetapi IFRS 9 ini juga berdampak signifikan buat perusahaan di luar industri keuangan yang mempunyai Piutang lebih dari setahun.
IFRS 16 merubah secara signifkan pencatatan transaksi sewa dari sisi pihak penyewa (lessee). Pada dasarnya lessee akan memperlakukan transaksi sewa sebagai Finance Lease, sehingga harus mencatat aset dan liabilitas di neracanya. Hal yang menjadi tantangan penerapan IFRS 16 adalah mengumpulkan seluruh kontrak yang mengandung sewa karena biasanya transaksi sewa tidak dilakukan secara terpusat.
“Bisa dibayangkan jika perusahaan punya ratusan kantor cabang dan punya banyak anak perusahaan, bagaimana sulitnya mengumpulkan seluruh kontrak mengandung sewa yang ada di seluruh unit. Belum lagi mempelajar kontrak sewa tersebut membutuhkan waktu, apalagi jika jumlahnya ribuan dan isinya tidak seragam. Jangan underestimate persiapan yang harus dilakukan untuk penerapan IFRS 16 atau PSAK 73 ini,” katanya.
Diungkapkannya, karena berlaku tahun 2018, Perusahaan yang sudah harus menerapkan IFRS 15 dan 9 di Indonesia adalah yang mempunyai kewajiban pelaporan IFRS. Salah satu contoh yang telah melakukan proses persiapannya adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) karena harus melaporkan laporan keuangannya ke The U.S. Securities and Exchange Commission (US SEC) berbasis IFRS.
“Mungkin perusahaan-perusahaan lain di Indonesia perlu belajar dari Telkom proses implementasi ketiga IFRS tersebut dan tantangan seperti apa yang dihadapi,” sarannya.
Dijelaskannya, dampak dari penerapan model pelaporan baru itu bukan hanya terbatas pada pencatatan akuntansi, tetapi juga berdampak pada perubahan proses di berbagai unit bisnis, persiapan data dan sistem serta kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Karena itu diperlukan proses yang kompleks dan waktu yang lama dalam penyusunan laporan keuangan dan proses audit, terutama di tahun pertama penerapannya.
“Berdasarkan observasi di perusahaan-perusahaan lain di global, diperlukan waktu setidaknya 2-3 tahun untuk menyiapkan penerapan ketiga IFRS baru tersebut,” katanya.
IAI sendiri sejak 2 tahun yang lalu telah melakukan sosialisasi standar baru tersebut. Khusus untuk PSAK 71, IAI bekerja sama dengan OJK telah membentuk Working Group untuk memastikan persiapan penerapannya. Terkait dengan emiten pasar modal, IAI bekerja sama dengan OJK melakukan diseminasi PSAK 71, 72 dan 73 di bulan Maret, April, Juli, Agustus dan September 2018, dengan peserta emiten dan perusahaan publik, produk kontrak investasi kolektif (KIK), perusahaan efek, Akuntan di KAP dan Internal OJK.
Dosen UI Dr. Aria Farah Mita, CPA, CA, menambahkan salah satu program IAI dalam sosialisasi standar terbaru adalah dengan menyelenggarakan seminar-seminar serta membuka forum diskusi terkait penerapan standar baru tersebut.
“Ini merupakan tantangan tersendiri. IFRS 9, 15 dan 16 berbasis prinsip sehingga memang diperlukan tenaga pengajar yang bukan hanya paham teori dan isi standarnya tetapi juga memahami bagaimana operasional penerapan standar tersebut. Kami terus berupaya melalui IAI, KAP untuk melakukan pengkinian silabus pengajaran akuntansi keuangan dan pelatihan kepada para dosen akuntansi keuangan agar mahasiswa tetap dapat memperoleh pengetahuan terkait IFRS terbaru dengan baik,” tutupnya. (*)