Sepak terjang financial technology (fintech) tak terbendung. Kemunculannya yang bak cendawan di musim hujan membuat para bankir berpikir keras untuk mengimbangi layanan inovasi fintech yang cepat dan instan. Karena perkembangan teknologi dan perilaku pasar berubah, banyak bank memangkas jaringan kantornya dan mengalihkan pelayanannya ke digital banking.
Alhasil, jumlah jaringan kantor bank berkurang dari 32.949 pada akhir 2015 menjadi 32.285 pada akhir 2017 dan menurun lagi menjadi 31.738 per September 2018. Survei PWC 2018 menunjukkan, 86% bank-bank di Indonesia memprioritaskan aplikasi perbankan berbasis mobile dalam pengembangannya.
Kendati digitalisasi layanan perbankan terjadi, pergerakan fintech lebih agresif. Apalagi, rambu-rambu fintech sangat longgar. Sepanjang 2018 saja jumlah fintech yang menyediakan pinjaman online atau peer to peer (P2P) lending bertambah 45 menjadi 78 penyelenggara. Itu baru P2P lending yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pertumbuhan P2P lending yang belum terdaftar di OJK lebih fantastis lagi, dari sekitar 200 pada awal 2018 menjadi 397 penyelenggara P2P lending pada Desember lalu.
Di tengah munculnya fintech sejak 2014, dana pihak ketiga (DPK) perbankan rata-rata tumbuh 9% per tahun. Bahkan pada 2019 ini bank-bank melalui rencana bisnis bank (RBB) yang disampaikan kepada OJK optimis mencatat pertumbuhan DPK hingga 11%. Namun, yang menjadi tan-tangan adalah bagaimana industri perbankan memperta-hankan loyalitas nasabah pada era disrupsi.
Beberapa faktor yang mendorong nasabah memilih satu bank yang 10 tahun menjadi penentu kini tidak relevan. Misalnya, gebyar hadiah undian yang tak semarak dulu. Kemudian, adanya kantor cabang dan automatic teller machine (ATM) yang dekat dari rumah atau kantor nasabah tak lagi menentukan seseorang memilih bank.
Bagaimana sepak terjang fintech dan loyalitas nasabah bank ?
Simak Selengkapnya di Majalah Infobank No. 487 Januari 2019 atau klik Infobankstore.com