Jakarta – Survei Angkatan Kerja Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 mencatat dari 6,8 juta jumlah pengangguran, 20,7 persen atau 1,4 juta orang di antaranya berasal dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jumlah ini cukup besar mengingat lulusan SMK sebenarnya disiapkan untuk dapat terjun langsung ke dunia industri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, salah satu penyebab tingginya angka pengangguran ialah mismatch antara kualitas lulusan SMK dengan kebutuhan industri. Untuk itu, Presiden telah mengeluarkan Inpres 9/2016 tentang Revitalisasi SMK, namun kebijakan ini harus terus diperbaiki sesuai dengan perkembangan perekonomian nasional.
Menindaklanjuti hal tersebut, kata Darmin, pihak Kemenko Perekonomian bersama dengan Kemendikbud dan lembaga terkait lainnya menyusun Peta Jalan Kebijakan Pengembangan Vokasi di Indonesia 2017-2025. Roadmap ini bukan hanya berfokus pada SMK, tetapi juga pada Politeknik dan Balai Latihan Kerja (BLK), serta turut melibatkan peran industri secara masif.
Menko Darmin menambahkan, terdapat 4 (empat) perkembangan tren global terkait SDM di era industri 4.0 yang harus diperhatikan oleh lembaga pendidikan vokasi, utamanya SMK. Tren pertama, munculnya teknologi digital yang memungkinkan orang dapat bekerja di mana saja. Kemudian tren kedua, yakni peran Long Life Learning.
“Dengan kemajuan digital, pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan di sekolah formal saja dan memungkinkan akses pendidikan ke seluruh pelosok Indonesia,” ujar Darmin di Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.
Selanjutnya, tren ketiga, penggunaan media sosial yang banyak memunculkan talenta secara global tidak peduli seberapa jauh lokasinya. Lalu, tren keempat, manajemen kinerja berbasis analisis data. Maksudnya, kinerja seseorang tidak lagi diukur berdasarkan jumlah jam, kerja tetapi berdasarkan produktivitas mereka.
Menghadapi persoalan kesenjangan ekonomi dan tren global tersebut, revitalisasi SMK secara menyeluruh mendesak dilakukan. Dimulai dari perbaikan kurikulum SMK yang sesuai dengan kebutuhan di masa depan, termasuk sertifikasi yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), program pemagangan di industri untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas siswa, Training of Trainers Guru.
“Hingga memperbaiki sistem seleksi yang sesuai keahlian dan meningkatkan minat calon siswa menjadi siswa SMK,” ucap Darmin.
Dirinya memiliki jurus baru yang efektif untuk merevitalisasi SMK. Caranya dengan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Provinsi. “Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pemprov lebih mengetahui kebutuhan dan potensi daerah yang harus dikembangkan dan kewenangan SMK ada pada Pemerintah Provinsi sehingga revitalisasi dapat dilakukan secara masif dan sesuai kebutuhan daerah,” jelas dia.
Merevitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi, utamanya SMK, bukan hanya dapat mengurangi pengangguran, tetapi kata Darmin, dapat mengantarkan perekonomian Indonesia sejajar dengan negara negara maju lainnya, dan menjadikan SDM yang berdaya saing tinggi hingga ditingkat global. Oleh karena itu perlu dukungan dari semua pihak untuk mewujudkan hal tersebut. (*)