Ulah pengembang properti yang nakal bikin konsumen dan bank merugi. Pengawasan yang kurang ketat dari pemerintah terhadap pengembang jadi biang keladi? Ari Nugroho
Jakarta–Akhir-akhir ini kita seringkali mendengar konflik antara pengembang perumahan dan konsumen. Mayoritas masalahnya seputar proyek pembangunan yang mangkrak, kendati konsumen sudah menyelesaikan kewajibannya.
Menurut penelusuran Infobank, salah satu penyebab konflik ini adalah pengembang kehabisan dana di tengah jalan, ketika proses pembangunan produk properti, sementara di lain sisi penjualan produk properti yang sudah jadi tidak sesuai harapan. Selain itu, ketatnya peraturan soal kredit properti bisa jadi merupakan salah satu penyebab pengembang terengah-engah dalam menjalankan bisnisnya.
Perilaku pengembang nakal ini tentu saja merugikan konsumen. Bagi bank, praktik-praktik tak bertanggung jawab yang dilakukan pengembang nakal juga merugikan. Kredit bank yang telah disalurkan akan menjadi macet.Meningkatnya risiko di bisnis properti dan melambatnya ekonomi menjadi penyebab tersendatnya pengucuran kredit ke sektor ini.
Berdasarkan data Otoriotas Jasa Keuangan, hingga September 2015 kredit properti yang disalurkan bank umum tumbuh 7,34% secara year on year. Pertumbuhannya melambat jika dibandingkan dengan posisi 2013 dan 2014 yang masing-masing tumbuh sebesar 31,86% dan 11,52%.
Tentu saja, tidak semua pengembang properti berlaku nakal. Yang seperti itu hanya sebagian saja. “Itu kembali lagi ke perusahaan masing masing, komitmen itu penting,” kata Adrian Budi Utama, Wakil Direktur Utama Sentul City, kepada Dwitya Putra dari Infobank, medio November lalu.
Siapa saja pengembang nakal di property, dan apa penyebabnya? Seperti apa pengawasan bagi para pengembang nakal? Simakpula wawancara dengan Eddy Hussy, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Pengembang Realestat Indonesia (REI) mengenai bagaimana sikap REI terhadap para pengembang nakal. Infobank mengulasnya secara mendalam di majalah Infobank no. 443 yang terbit pada 1 Desember 2015.