Medan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengaku, kajian program restrukturisasi perbankan (PRP) tengah masuk tahap finalisasi. Proses pengkajian dan diskusi yang cukup panjang, PRP yang telah dibicarakan sejak tahun 2016 silam ini diperkirakan baru akan selesai pada tahun 2019.
Sebelumnya, PRP ini diperkirakan akan rampung pada tahun ini. Namun, kata dia, lantaran masih adanya beberapa hal yang perlu diselesaikan maka PRP ini tertunda hingga tahun depan. Pasalnya, LPS saat ini tengah melakukan pengkajian tahap desain. Dalam persiapan desain ini, pihak LPS juga menggandeng konsultan seperti Delloite.
Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS Ferdinan Dwikoraja Purba di Medan, Kamis, 1 November 2018 mengungkapkan, bahwa desain strategi jangka pendek PRP tersebut baru akan selesai pada awal tahun depan. Sedangkan untuk desain lengkap termasuk infrastrukturnya diprediksi baru akan selesai di akhir 2020.
“Itu nanti laporannya bisa selesai di kuartal I 2019, dari situ kami akan merancang kebijakan yang diperlukan untuk membuat PRP ini siap diaktivasi,” ujarnya.
Dalam proses penyelenggaraan PRP ini, saat ini pihak LPS pun tengah melakukan persiapan dari sisi sumber daya manusia. Serta memperkuat koordinasi dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Ada dua konsep PRP, pertama yang ideal dan jangka pendek yang bisa lebih cepat dioperasionalkan,” ucapnya.
Sementara terkait dengan premi PRP, menurut LPS saat ini sudah masuk ke tahap harmonisasi dengan Kehakiman. Adapun, mengenai besarannya Ferdinand menyebut kisarannya masih sesuai dengan usulan yang sebelumnya. Bila merujuk pada pernyataan LPS, diperkirakan premi yang dikenakan kepada bank yakni sebesar 0,2 persen.
Namun begitu, sambung dia, masih ada pengkajian, mengenai besaran premi tersebut yakni apakah akan dipungut sama rata (flat) untuk setiap bank atau dibedakan berdasarkan resiko dari masing-masing bank. Di dalam proses pengkajian penerapan PRP, LPS terus melakukan pembahasan kepada pihak bank, baik pihak praktisi maupun asosisasi bank.
“Pembahasan ini melibatkan perbankan baik praktisi maupun asosisasi, semua masukan dari perbankan sudah dipertimbangkan,” tegasnya.
Sebagai informasi saja, PRP ini antara lain mengacu pada undang-undang Nomor 9 tahun 2016 tentang pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan (UU PPKSK). Baleid ini memberikan tugas pada LPS untuk menyelenggarakan PRP ketika terjadi krisis sistem keuangan dan terjadi permasalahan di sektor perbankan yang dapat membahayakan perekonomian nasional. (*)