Jakarta – Sebanyak 413 bank perkreditan rakyat (BPR) berhasil meraih predikat “sangat bagus” dalam “Rating BPR Versi Infobank 2025” yang dirilis oleh Majalah Infobank edisi Agustus 2025. Penilaian ini mengacu pada kinerja keuangan tahun 2023 dan 2024, serta mencerminkan pencapaian BPR dalam menjaga performa bisnis mereka secara konsisten.
Rating tahun ini melibatkan sebanyak 1.058 BPR. Dari jumlah tersebut, 413 BPR menunjukkan performa yang sangat baik sepanjang tahun 2024 dan berhasil memperoleh penilaian terbaik. Daftar lengkap BPR yang berpredikat “sangat” bagus dapat disimak dalam Majalah Infobank No. 568 edisi Agustus 2025.
Secara umum, industri BPR menunjukkan pertumbuhan positif hingga akhir kuartal I-2025. Data Biro Riset Infobank (birI) mencatat bahwa aset industri BPR tumbuh sebesar 5,00 persen secara tahunan (year on year), dari Rp193,99 triliun pada Maret 2024 menjadi Rp203,68 triliun per Maret 2025.

Baca juga: Ini Kinerja Terbaru Industri BPR-BPRS yang Kedatangan “Pemain Baru” Bank Syariah Matahari
Kinerja intermediasi juga menunjukkan tren positif. Dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 4,45 persen secara tahunan menjadi Rp143,78 triliun. Sementara penyaluran kredit meningkat sebesar 5,85 persen, mencapai Rp152,65 triliun. Pada sisi profitabilitas, industri BPR yang terdiri dari 1.345 bank per Maret 2025 berhasil mencetak laba tahun berjalan sebesar Rp713 miliar, atau tumbuh 65,88 persen secara tahunan.
Meski demikian, kualitas kredit masih menjadi perhatian utama. Tingkat kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross tercatat meningkat dari 10,99 persen di akhir 2024 menjadi 11,91 persen pada Maret 2025. Kenaikan ini mengindikasikan bahwa risiko kredit masih tinggi di sektor BPR.
Infobank Institute menilai bahwa prospek industri BPR ke depan akan diwarnai oleh berbagai tantangan. Pertama, ketidakpastian global akibat kondisi geopolitik, kebijakan tarif perdagangan, serta tekanan ekonomi domestik, turut melemahkan daya beli masyarakat dan memperkecil permintaan pasar. Dalam situasi tersebut, banyak pelaku usaha besar mengalami penurunan pendapatan hingga gagal bertahan.
Kedua, likuiditas yang semakin ketat menjadi hambatan tersendiri bagi perbankan, termasuk BPR. Kehadiran instrumen seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan yield menarik membuat dana investor tersedot ke pasar surat berharga, bukan ke perbankan.
Baca juga: Izin Dua BPR Dicabut, LPS Bayarkan Simpanan Nasabah hingga Puluhan Miliar
Ketatnya likuiditas menyebabkan suku bunga kredit sulit turun, sementara bank juga menghadapi tekanan dari pemilik dana besar yang meminta imbal hasil tinggi. Dalam kondisi seperti ini, bank perlu menjaga margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) agar tetap cukup untuk menutup risiko dan memenuhi harapan pemegang saham maupun pemberian bonus manajemen.
Ketiga, meningkatnya risiko kredit juga menjadi tantangan berat. Di tengah tekanan ekonomi, ada potensi meningkatnya kredit bermasalah akibat debitur nakal yang menyalahgunakan fasilitas pinjaman, gagal membayar, atau bahkan melakukan tindakan hukum manipulatif. Situasi seperti ini memperbesar risiko kerugian yang harus ditanggung oleh bank.
Dengan kondisi pasar yang semakin kompetitif dan risiko yang terus meningkat, industri BPR perlu meningkatkan kehati-hatian serta memperkuat strategi manajemen risiko.
Kinerja yang baik selama 2024 perlu dipertahankan dengan inovasi, efisiensi, dan penguatan kualitas aset agar tetap bertahan dan tumbuh di tengah tantangan yang kompleks. (*) Ari Nugroho









