Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dibuka naik 0,38 persen ke level 7.091,10 dari posisi 7.064,58, pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9:00 WIB, Jumat, 10 Januari 2025.
Berdasarkan statistik RTI Business pada perdagangan hari ini, sebanyak 367,36 juta saham diperdagangkan, dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 21 ribu kali, serta total nilai transaksi mencapai Rp167,98 miliar.
Kemudian tercatat terdapat 76 saham terkoreksi, sebanyak 166 saham menguat dan sebanyak 241 saham tetap tidak berubah.
Baca juga: IHSG Berpeluang Menguat, Intip 4 Rekomendasi Saham Berikut
Sebelumnya, Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, melihat IHSG secara teknikal pada hari ini diprediksi bergerak melemah terbatas dalam rentang level 7.020 hingga 7.130.
“Pada perdagangan kemarin, Kamis (9/1) IHSG ditutup turun 0,22 persen atau minus 15,76 poin ke level 7.064. IHSG hari ini (10/1) diprediksi bergerak mixed dalam range 7.020-7.130,” ucap Ratih dalam risetnya di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2025.
Ratih menyebut IHSG kembali terkoreksi dalam dua hari beruntun. Pelaku pasar merespons negatif hasil risalah FOMC The Fed yang memberikan sinyal suku bunga tinggi akan berlangsung lebih lama. Respons tersebut juga tercermin dari kenaikan lanjutan imbal hasil obligasi AS.
Baca juga: Pasar Saham RI Melempem di Akhir 2024, Nilai Kapitalisasi Capai Rp12.336 Triliun
Baca juga: OJK Tengah Siapkan Modul Kurikulum Pasar Saham untuk Anak SD hingga SMA
Di sisi lain, konsumsi domestik mengalami kenaikan yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Desember 2024 berada di level 127,7 atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 125,9. Tingginya daya beli terjadi secara historis dalam momentum libur Nataru.
Adapun dari Mancanegara, harga komoditas minyak mentah WTI kontrak Februari 2025 secara year to date (ytd) menguat 2,23 persen ke level USD73,32 per barel. Kenaikan tersebut seiring dengan potensi gangguan pasokan di tengah meningkatnya permintaan.
Persediaan minyak mentah AS (WTI) mengalami penurunan dalam 7 pekan beruntun hingga 3 Januari 2025. Lalu dari Wall Street, pelaku pasar mencermati data tenaga kerja, seperti non farm payroll dan unemployment rate yang akan rilis akhir pekan ini.
Baca juga: Potensi Cuan Indonesia di Balik Perang Dagang AS-China, Ini Penjelasannya
Sementara itu, inflasi di China pada Desember 2024 secara tahunan tumbuh 0,1 persen yoy atau tumbuh lebih lambat dari bulan sebelumnya sebesar 2 persen. Secara bulanan, inflasi juga tercatat stagnan. (*)
Editor: Yulian Saputra