Oleh Andreas Freddy Pieloor
DALAM dua buku saya berjudul Jangan Beli Unit Link dan Apa Untungnya Beli Unit Link? diungkap tuntas bahwa produk ini sangat tidak sesuai dipasarkan kepada kebanyakan masyarakat Indonesia. Ada beberapa hal yang ingin saya sorot terkait dengan dosa-dosa unit link, antara lain (1) kesalahan target pemasaran, (2) kesalahan cara pemasaran, (3) kesalahan perekrutan agen asuransi, (4) kesalahan pelatihan agen asuransi, (5) kesalahan struktur biaya, (6) kesalahan bank (bancassurance), (7) kesalahan perusahaan asuransi (agen dan dampaknya), (8) siapa yang dirugikan?, (9) tanggung jawab siapa?, serta (10) penyelesaian dampak kerugian masyarakat pilih kasih (standar ganda).
Unit link adalah produk kompleks dan tidak mudah dipahami bahkan oleh agen asuransi yang sudah dilatih dan dididik. Para agen yang telah diberikan Pendidikan dan pelatihan singkat dan kurang memadai disuruh untuk memasarkan unit link kepada keluarga, kerabat, dan sahabat mereka. Semua agen membuat daftar target prospek yang adalah keluarga, kerabat, dan sahabat yang kenal dengan mereka. Padahal, unit link bukan produk yang sesuai bagi seluruh lapisan masyarakat, dan tidak untuk masyarakat yang belum mengenal kontrak pertanggungan asuransi dan pasar modal.
Korban unit link sangat banyak, mulai dari para pedagang di pasar-pasar di berbagai desa, guru, petani, bidan desa, pedagang warung nasi, hingga pekerja informal lainnya. Korban unit link tersebar di seluruh Indonesia. Unit link adalah produk sophisticated sehingga tidak layak dijual kepada masyarakat yang tidak mengenal dan tidak melakukan investasi di pasar modal. Agen asuransi yang militan tidak melakukan know your customer atau customer due diligence dengan benar sehingga terjadi banyak kekeliruan di lapangan.
Agen asuransi (pemasar) yang menjelaskan dan memasarkan kepada masyarakat disinyalir menyembunyikan fakta atau informasi yang semestinya disampaikan kepada calon pembeli. Mereka hanya menyampaikan manfaat dan sisi positif unit link, tapi tidak menyampaikan risiko-risiko yang dihadapi calon pembeli serta besaran dan lama pengenaan biaya-biaya yang menjadi beban calon konsumen. Entah ini terjadi karena inisiatif dan kreativitas agen, entah karena didikan perusahaan asuransi? Sesungguhnya tidak sulit mencari jawaban tersebut. Bila kasus kesalahan cara pemasaran terjadi pada banyak korban, maka kesalahan itu adalah buah pelatihan perusahaan asuransi kepada agen-agen.
Ilustrasi yang digunakan agen asuransi juga adalah alat pemasaran yang sangat keliru. Keliru karena hanya mencantumkan hasil investasi yang positif, padahal kita semua tahu bahwa investasi pun kerap menghasilkan return yang negatif. Juga besaran angka yang digunakan terlalu optimistis, 5%, 10%, dan 15%, ini sangat misleading. Jangan Anda berkilah bahwa ilustrasi bukan bagian dari kontrak, karena sebagian besar calon pembeli memutuskan membeli karena penjelasan agen menggunakan ilustrasi!
Kekeliruan berikutnya adalah unit link dipasarkan oleh kantor pemasaran anorganik perusahaan asuransi, dan dilakukan secara multilevel marketing (MLM). Kantor pemasaran anorganik bukanlah cabang perusahaan asuransi, melainkan franchise perusahaan asuransi yang dipegang dan dikuasai oleh pedagang yang melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi. Sehingga, pedagang tentu berusaha untuk menjual sebanyak-banyaknya polis asuransi, karena mereka akan memperoleh allowance yang sangat besar dari perusahaan asuransi. Regulator harus memeriksa perjanjian franchise dan sistem pemasaran multilevel itu secara mendalam. Bila risikonya sangat besar bagi masyarakat dan perusahaan asuransi, sebaiknya sistem ini dihapuskan.
Seperti halnya tidak semua anggota masyarakat sesuai untuk ditawarkan unit link, begitu pula tidak semua anggota masyarakat sesuai untuk menjadi agen asuransi. Semestinya regulator mengatur tegas kriteria calon agen asuransi dan bagaimana mereka seharusnya diberikan pelatihan dan pendidikan. Bagaimana mungkin seseorang yang berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) diberikan pendidikan dan pelatihan singkat sebagai agen asuransi, lantas disuruh memasarkan unit link? Sangat jorok pekerjaan ini.
Semestinya agen asuransi diberikan tempat yang lebih baik, dan tidak dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan asuransi. Harus diatur kriteria pendidikan, latar belakang/pengalaman kerja, motivasi, domisili, dan lingkungan keluarga/tempat tinggal. Jangan sampai semua orang begitu mudah menjadi agen asuransi, dan kemudian begitu gampang meninggalkan tanggung jawab mereka!
Rekrutmen agen asuransi harus ditata dengan lebih baik, dan dibentuk asosiasi agen asuransi Indonesia yang akan mengorganisasi seluruh agen asuransi. Karena, agen asuransi tidak tepat di bawah naungan asosiasi perusahaan asuransi, seperti halnya profesi dokter berada dalam asosiasi bernama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sementara rumah sakit juga memiliki asosiasi sendiri. AAJI dan AAUI tidak dapat membela kepentingan agen asuransi melawan perusahaan asuransi. Sebaiknya dipisahkan, karena kepentingan agen asuransi tentu berbeda dengan kepentingan perusahaan asuransi. Nyatanya saat ini, mereka – asosiasi perusahaan asuransi menyalahkan agen asuransi atas mis-selling yang terjadi.
Kejadian kesalahan penjualan dilakukan oleh banyak agen beberapa perusahaan asuransi, sehingga dapat diduga kesalahan ini “diajarkan” pada kelas-kelas pendidikan/pelatihan. Semestinya regulator dan asosiasi mengatur bagaimana pelatihan ini dapat dilaksanakan, berapa lama dan materi apa saja yang harus disampaikan oleh para trainer yang tersertifikasi dan berpengalaman dalam bidang perasuransian. Simak laporan selengkapnya mengenai “Gonjang-Ganjing Unit link” di Majalah Infobank No. 525, edisi Januari 2022.
*) Penulis adalah praktisi perasuransian sejak 1987, akademisi dan CEO Itikad Academy