Jabatan Asmawi Syam sebagai orang nomor satu di BRI habis bulan ini. Sejumlah nama kandidat meramaikan bursa BRI-1. Siapa akan terpilih? Karnoto Mohamad.
BANK Rakyat Indonesia (BRI) akan menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 21 Maret 2017. Salah satu agendanya adalah mengganti Asmawi Syam yang menjabat Direktur Utama BRI sejak Maret 2015. Selama setahun sembilan bulan, Asmawi berhasil menaikkan kekayaan BRI dari Rp806,01 triliun naik 24,51% menjadi Rp1.003,64 triliun per Desember 2016 dengan rasio-rasio keuangan di atas industrinya.
Kendati hanya naik 3,22%, laba BRI pada 2016 yang sebesar Rp26,23 triliun masih tercatat sebagai yang terbesar di industrinya. Namun, karena sudah 10 tahun menjadi anggota direksi BRI, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pemegang saham harus memensiunkan Asmawi dari BRI. Lalu, siapa yang berpeluang menggantikan Asmawi?
Menurut sejumlah sumber Infobank, ada beberapa nama bankir yang menjadi kandidat kuat untuk menduduki kursi BRI-1. Yang paling dekat adalah Sunarso, bankir asal Bank Mandiri yang sejak 2015 menduduki posisi Wakil Direktur Utama BRI, mendampingi Asmawi.
Direktur BRI lain, seperti Randy Anto dan Haru Koesmahargyo, bisa menjadi kuda hitam untuk menggantikan Asmawi. Hanya, direktur lain di BRI masih kalah jam terbangnya dari sejumlah alumni BRI yang sekarang berada di perusahaan lain, yang juga berpeluang besar. Mereka adalah Suprajarto, Wakil Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) dan Sulaiman Arif Arianto, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri. Jebolan BRI lain, seperti Djarot Kusumayakti, kendati memiliki pengalaman lima tahun sebagai direktur usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sepertinya lebih dibutuhkan pemerintah untuk memimpin Perum BULOG.
Nama Budi G. Sadikin (BGS), mantan Direktur Utama Bank Mandiri, sempat muncul. Hanya, kendati memiliki kedekatan dengan Rini Sumarno, Menteri BUMN, kecil kemungkinan BGS ditugaskan memimpin BRI karena ia sulit bekerja sama dengan Sunarso, seperti terjadi saat mereka sama-sama di Bank Mandiri. Karena BGS dan Sunarso kerap berbeda pemikiran, ketika BGS dipilih menjadi Mandiri-1, Menteri BUMN memindahkan Sunarso menjadi orang nomor dua di BRI dan bertukar tempat dengan Sulaiman Arif Arianto, dari BRI menjadi orang nomor dua di Bank Mandiri. (Baca juga : Nih Profil Para Kandidat Pimpinan BRI )
Kabarnya BGS kini lebih disiapkan untuk memimpin holding bank BUMN, bahkan dikabarkan berpeluang mengisi kursi Direktur Utama Pertamina yang kosong karena Dwi Sutjipto dilengserkan di tengah jalan. Begitu juga dengan Achmad Baiquni yang mungkin lebih cocok tetap memimpin BNI, kendati juga memiliki hubungan baik dengan Rini Sumarno. Maryono, yang jabatannya sebagai Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) akan habis, justru kabarnya ikut menjadi pilihan dalam bursa BRI-1.
Memimpin BUMN seperti BRI menuntut kemampuan tambahan dari seorang corporate leader karena akan berhadapan dengan pemikiran birokrasi yang bisa berbeda dengan pemikiran korporasi. Maklum, hingga sekarang, BUMN belum bisa lepas dari birokratisasi. Seorang bankir BUMN yang kelewat profesional bisa dipandang sebagai orang yang sulit diatur atau diajak kompromi oleh birokrat, apalagi politisi.
Makanya, pemilihan direksi BUMN bisa diwarnai dengan kejutan-kejutan. Bankir-bankir yang menjadi kandidat kuat bisa saja namanya tercoret pada detik-detik terakhir dan yang terpilih justru kuda hitam yang tak disangka-sangka. Semoga yang terpilih adalah yang terbaik bagi kemajuan BRI, baik saat ini maupun masa mendatang, bukan “titipan” dari unsur politik tanpa memikirkan masa depan BRI. (Baca ulasan lengkapnya di Majalah Infobank edisi Maret 2017)