Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4% Sulit Tercapai di 2018

Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4% Sulit Tercapai di 2018

Jakarta – Analis Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara pesimis target pemerintah akan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% bisa tercapai di 2018.

Indef sendiri untuk tahun 2018 memprediksi pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 5,1 persen atau lebih rendah dari proyeksi Pemerintah.

“Faktornya konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 56 persen terhadap PDB masih tumbuh moderat di 4,9-5 persen. Inflasi pangan dan kekhawatiran penyesuaian BBM dan tarif listrik membuat masyarakat menahan belanja,” kata Bhima di Jakarta, Rabu, 14 Febuari 2018.

Seperti diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi tidak sampai 5,1%. Untuk di 2015 sendiri hanya sebesar 4,88 persen, 2016 tercatat 5,03 persen dan di 2017 mencapai 5,07 persen.

Penghambat lain akan tercapainya target pertumbuhan ekonomi pemerintah kata Bhima yakni, munculnya kebijakan pajak khusus dalam program Automatic Exchange Of Information (AEOI) yang diberlakukan tahun ini. Disisi lain, rencana kebijakan yang meminta data transaksi kartu kredit bagi kepentingan perpajakan juga membuat kepercayaan konsumen turun.

Baca juga: INDEF: Pertumbuhan Ekonomi Jauh Dari Ekspektasi

Sementara itu, ekspor juga kemungkinan terhambat karena potensi penurunan harga komoditas yang cukup besar, sehingga prediksi pertumbuhan ekspor hanya mencapai 5-7% tahun ini.

Sehingga hanya dua hal yang akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi tahun ini, diantaranya investasi dan belanja pemerintah.

Investasi kata Bhima masih positif didorong oleh naiknya rating surat utang. Ia melihat pertumbuhan investasi langsung tahun 2017 sebesar 6,15 persen. Tahun ini diprediksi bisa tumbuh hingga 7 persen dengan porsi terhadap PDB mencapai 33 persen.

Kemudian untuk belanja pemerintah berkaitan dengan belanja politik, total diperkirakan mencapai Rp40 triliun dan infrastruktur Rp400 triliun.

“Porsi belanja pemerintah tahun ini diperkirakan akan mencapai 10% dari PDB. Jadi kesimpulannya target pemerintah over estimate. Rentan tidak tercapai,” jelasnya.

Inflasi sendiri untuk tahun ini diprediksi Indef sebesar 3,25 persen, lebih rendah dari proyeksi pemerintah 3,5%. Proyeksi itu bisa naik ketika inflasi pangan khususnya beras masih berlanjut hingga Juni saat Lebaran.

Kemudian tantangan inflasi administered price juga cukup besar, mengingat harga minyak mentah lebih dari USD60 per barel. Jauh diatas asumsi APBN yang sebesar USD48 per barel.

Sebagai catatan kenaikan premium sebesar 23,5% dan solar sebesar 36,4% di November 2014 diikuti oleh inflasi sebesar 3,96% di bulan November-Desember 2014 yang lebih besar dari total inflasi 2017 sebesar 3,61%.

“Kalau sampai BBM premium dinaikkan Rp500-Rp1000 imbas ke inflasi sangat terasa. Akibatnya daya beli masyarakat bisa terpukul,” jelasnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News