Penurunan Tingkat Bunga di Jepang Bikin Yen Menguat

Penurunan Tingkat Bunga di Jepang Bikin Yen Menguat

oleh Agung Galih Satwiko

 

PASAR saham di Asia hari Jumat minggu lalu melemah karena kekhawatiran akan kuatnya nilai Yen. Secara umum hal ini ditranslasikan oleh investor sebagai ketidakmampuan bank sentral global dalam memulihkan ekonominya melalui kebijakan bunga rendah atau negatif. Indeks Hang Seng dan Shanghai Composite masing-masing melemah 0,4% dan 0,9%. Sementara di Eropa, FTSE 100 Inggris menguat 1,1%, dan S&P 500 di AS naik 0,3%.

Penguatan mata uang Yen dari JPY120,2 per USD pada akhir tahun lalu menjadi JPY108,1 per USD pada hari Jumat minggu lalu, atau penguatan sebesar 10,1%, menunjukkan bahwa tambahan stimulus dengan cara tradisional seperti penurunan tingkat bunga dan peningkatan jumlah aset yang dibeli melalui quantitative easing tidak berlaku sama di semua negara. BOJ yang menurunkan tingkat bunga acuan pada bulan Januari menjadi negatif justru membuat Yen menguat dan membuat yield obligasi turun signifikan. Penurunan tingkat bunga yang seharusnya ditujukan untuk melemahkan mata uang tidak terjadi di Jepang. Salah satu dinamika mata uang Yen adalah perannya sebagai safe haven asset saat terjadi turbulensi di pasar keuangan global. BOJ perlu menemukan cara untuk mentransmisikan kebijakan moneter yang tepat terhadap ekonomi Jepang sehingga mata uang Yen melemah dan ekspor meningkat, inflasi naik, pertumbuhan ekonomi meningkat, dan mengakhiri stagnasi pertumbuhan ekonomi Jepang. BOJ akan kembali mengadakan rapat pada tanggal 28 April.

Italia saat ini tengah memfinalisasi rencana pembentukan institusi atau vehicle untuk melakukan bail-in terhadap bank berisiko sistemik yang mengalami kesulitan. Dana sebesar EUR5 miliar telah disiapkan oleh bank-bank di Italia untuk pembentukan institusi tersebut. Harga saham bank-bank di Italia telah turun hampir separuhnya sejak awal tahun ini, seiring kekhawatiran investor mengenai jumlah NPL yang mencapai seperlima dari GDP Italia. Namun demikian banyak pihak mempertanyakan kecukupan dana sebesar EUR5 miliar tersebut. Sebagai perbandingan, Bank terbesar ketiga di Italia, Monte dei Paschi, dengan jumlah aset sebesar EUR170 miliar, dan NPL sebesar EUR50 miliar.

Data persediaan grosir AS (wholesale inventories) turun 0,5% di bulan Februari, menunjukkan penurunan ke lima kalinya berturut-turut dalam lima bulan terakhir. Perusahaan di AS mengurangi produksi untuk menghindari kelebihan cadangan persediaan barang. Meskipun hal ini bagus untuk jangka panjang karena tidak akan ada kelebihan persediaan, namun hal ini juga menunjukkan faktor permintaan yang menurun, sehingga pertumbuhan ekonomi AS Q1 2016 diperkirakan akan sedikit melemah.

Janet Yellen dalam panel diskusi dengan para mantan gubernur bank sentral AS, yaitu Ben Bernanke, Alan Greenspan dan Paul Volcker di New York, menyatakan bahwa ekonomi AS tidak dalam kondisi bubble, dan telah menunjukkan banyak perbaikan, terutama di sektor tenaga kerja yang banyak menyerap tenaga kerja. Tingkat pengangguran yang sekitar 5% saat ini sudah dekat dengan kondisi ekonomi full employment. Tekanan terhadap inflasi akan terjadi cepat atau lambat, dan kondisi inflasi yang masih rendah saat ini merupakan transisi. Yellen juga menyatakan bahwa kenaikan tingkat bunga secara bertahap akan terjadi seiring dengan membaiknya ekonomi AS.

Minat investor terhadap obligasi valas dalam roadshow Argentina yang baru saja selesai cukup tinggi, meskipun negara ini telah mengalami default 8 kali sejak kemerdekaannya di tahun 1816. Pemilihan presiden baru yang pro investor yaitu Mauricio Macri, penunjukan pejabat yang bersahabat dengan pasar, dan tercapainya deal dengan investor yang tidak mau melakukan restrukturisasi obligasi Argentina sebelumnya, membuat investor berminat terhadap obligasi valas Argentina. Obligasi valas Argentina yang diperkirakan akan diterbitkan bulan ini akan mencapai jumlah yang sangat besar yaitu USD12 miliar hingga USD15 miliar, tersebar di tiga tenor 5, 10 dan 30 tahun. Untuk tenor 10 tahun investor mengharapkan yield 8% (Indonesia INDO-26 memiliki yield 4,1%).

Harga minyak dunia ditutup naik pada hari Jumat, didorong oleh ekspektasi bahwa produksi minyak AS akan terus menurun. Jumlah kilang minyak AS turun akhir minggu lalu menjadi 354 unit dibandingkan sebelumnya yang mencapai 362 unit. Dibandingkan pada akhir triwulan 1 tahun lalu, jumlah kilang minyak AS telah turun sebanyak 406 unit. WTI crude Nymex untuk pengiriman Mei naik USD2,46 (6,6%) ke level USD39,7 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Juni naik USD2,51 (6,4%) ke level USD41,9 per barrel.

Yield UST 10 tahun naik 3 bps ke level 1,72%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 55 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara itu yield UST 30 tahun naik 4 bps ke level 2,55%. Di Eropa, yield German bund 10 tahun tidak bergerak di level 0,09%. Sementara yield Japanese Government Bonds 10 tahun turun 2 bps ke level 0,08%.

Pasar SUN ditutup stabil, yield SUN tenor 10 tahun turun 1 bps ke level 7,57%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 117 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup turun 20 poin (0,4%) ke level 4.846. Investor asing membukukan net sell sebesar Rp47 miliar, sehingga year to date investor asing membukukan net buy sebesar Rp5,4 triliun. Year to date IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 5,5% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Sementara itu, nilai tukar Rupiah menguat Rp19 ke level Rp13.144 per Dolar AS. NDF 1 bulan menguat Rp87 ke level Rp13.175 per Dolar AS. Dalam jangka pendek Rupiah diperkirakan akan menguat secara teknikal. Sementara itu persepsi risiko meningkat, CDS 5 tahun naik 3 bps ke level 206. (*)

Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK

Related Posts

News Update

Top News