Jakarta – Pergerakan saham di seluruh sektor pasar modal pada tahun ini memang kurang menggembirakan, tidak terkecuali saham perbankan. Perlambatan ekonomi global menjadi salah satu penyebabnya. Kondisi tersebut mendorong kinerja perbankan tahun ini sedikit melandai.
Berdasarkan data yang dihimpun Infobank, sampai dengan bulan November 2015 indeks acuan saham perbankan yakni Indeks infobank15 berada di posisi level 492.19 atau turun secara years to date (ytd) sebesar 12,60%. Penurunan ini tentu masih tergolong tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan indeks atau sektoral saham lainnya dilantai bursa. Contohnya saja indeks saham unggulan Liquid45, yang tercatat merosot hingga 15,93% ke level 755.462. Sementara penurunan paling dalam terjadi pada sektor tambang dan agri yang masing-masing anjlok hingga diatas 30%.
Bagaimana prospek perbankan kedepan? Dan saham-saham bank apa saja yang perlu dipertimbangkan?
Analis Infovesta Utama, Beben Feri Wibowo mengatakan, tahun ini prospek perbankan diprediksi akan lebih baik dengan berbagai pertimbangan, pertama, pemerintah menurunkan GWM dari 8% menjadi 7,5%. Hal ini berpotensi menambah likuiditas sekitar Rp18,22 triliun atau mendorong laju pertumbuhan kredit sebesar 0,61%.
Kedua, disaat ekonomi sedang melambat, permintaan kredit baru justru tumbuh lebih baik. Berdasarkan survei perbankan triwulan III-2015 oleh BI, pertumbuhan triwulanan permintaan kredit baru menguat menjadi 76,9% dibandingkan dengan triwulan II-2015 66,7%. Tidak terkecuali, triwulan IV-2015 akan lebih baik menuju 93,2%. Pertumbuhan permintaan kredit tersebut tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT).
Ketiga, pada Agustus 2015, Dana Pihak Ketiga (DPK) tetap tumbuh 13,2% (year on year/yoy), artinya likuiditas perbankan masih bisa terjaga selain penurunan GWM oleh BI. Berdasarkan prediski BI melalui SBT, DPK triwulan IV-2015 akan tumbuh mencapai 86,8%.
Keempat program sejuta rumah pemerintah, membawa angin segar bagi perbankan untuk menyalurkan KPR kepada masyarakat. Selain itu kenaikan DPK perbankan juga bisa terdongkrak, sehingga mengurangi Net Interest Margin (NIM).
Kelima, sentimen kenaikan tingkat suku bunga oleh The Fed ditahun depan berpotensi kembali berhembus, akibat sistem kenaikan yang bertahap. Potensi arah kenaikannya menuju level 1,4% pada akhir 2016.
Beben menambahkan, ada tiga saham-saham yang perlu dipertimbangkan tahun depan, yakni Bank Central Asia (BBCA), Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Saham BBCA perlu dipertimbangkan karena ditengah kondisi ekonomi yang sedang melambat, perseroan masih mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp13,37 triliun atau naik 9,6% dan NPL realtif rendah per September 2015, tercatat NPL gross 0,7% dan NPL net hanya 0,3%. Sedangkan untuk DPK, BBCA tercatat mengalami kenaikan 7% menjadi Rp462,3 triliun. Current account saving account (CASA) mencapai 76,5% dari DPK.
Untuk BBRI pada kuartal III 2015 berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 11,5% menjadi Rp6,42 triliun, NPL masih dibawah 5% atau 2,24%, Pinjaman mikro mengalami kenaikan menjadi Rp170,2triliun atau 14,69% per September 2015, sementara total pinjaman tumbuh 11,81% menjadi Rp519 triliun. Sementara CASA mengaalami peningkatan di September 2015 menjadi 56,2% dari semula 53,3% .
Selain itu, saham BMRI juga bisa jadi pertimbangan di tahun depan karena Per kuartal III-2015, kredit perseroan tumbuh mencapai 10,7%, Memiliki target sebagai perbankan kelas atas di ASEAN tahun 2020.
“Saham BBCA target price Rp15.425, BBRI Rp12.250 dan BMRI Rp9.800,” jelasnya. (*) Dwitya Putra