Benarkah Lembaga Rating Bekerja Sesuai Kaedah di Kasus SNP Finance?

Benarkah Lembaga Rating Bekerja Sesuai Kaedah di Kasus SNP Finance?

Jakarta – Penyajian data keuangan yang valid dan akurat wajib dilakukan perusahaan penerbit efek. Pembekuan usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) menjadi pelajaran berharga agar tidak ada lagi pihak dirugikan kelak.

Lembaga pemeringkat (rating) dan pada akhirnya investor menjadi bagian dari pihak dirugikan dari tidak kredibelnya laporan keuangan dan audit atas laporan keuangan dari penerbit efek.

Analis fixed income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra, mengatakan lembaga pemeringkat melakukan assessment berkala kepada emiten yang menerbitkan obligasi, benar atau tidaknya data menjadi penting. Namun data yang didapat itu tidak lagi dilakukan validasi karena di luar dari kewenangannya.

”Lembaga pemeringkat memiliki matrix atau alat analisis untuk membantu memberikan pemeringkat seperti laporan keuangan dan prospektus sehingga dapat dilihat sebesar apa kemampuan emiten dalam membayar kupon dan obligasi pokoknya,” ungkap Adi kepada wartawan, Rabu, 22 Mei 2018.

Penting bagi investor untuk membaca rating dimaksud dalam memutuskan kebijakan investasinya. Secara umum, menurut Adi, peringkat teratas menunjukkan kemampuan yang sangat kuat dalam membayar kembali utang-utangnya.

Sedangkan peringkat terbawah menunjukkan sebaliknya. Berisiko gagal bayar (default) seperti terjadi pada dua seri MTN diterbitkan SNP Finance.

”Terkait kasus SNP, saya melihat lembaga pemeringkat sudah melakukan tugas dengan kaedah-kaedah yang berlaku,” Adi meyakini.

Hanya saja memang kondisi ke depan bisa berubah dengan cepat. Bidang transportasi seperti dirasakan dua emiten operator taksi pernah mengalami betapa perubahan cepat dan berdampak cukup signifikan.

Baca juga: OJK Bekukan Kegiatan Usaha SNP Finance

”Kala itu taksi Express (TAXI) menerbitkan obligasi dalam rangka menambah armadanya. Ketika itu belum muncul taksi online. Tiba-tiba taksi online booming dan taksi Express terkena imbasnya. Banyak armada yang tidak terpakai,” kisahnya.

Dugaan tidak validnya laporan kondisi perusahaan terutama kondisi keuangan SNP Finance menjadi dasar utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan perusahaan pembiayaan bagian dari Columbia group itu per 14 Mei 2018 dan diumumkan pada 18 Mei 2018.

Keputusan tertuang dalam Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018 tanggal 14 Mei 2018 tentang Pembekuan Kegiatan Usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan.

Sebelumnya, sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (POJK 29/2014), SNP Finance telah dikenakan sanksi peringatan pertama hingga peringatan ketiga karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 53 POJK 29/2014.

Aturan dimaksud menyebut, Perusahaan Pembiayaan dalam melakukan kegiatan usahanya dilarang menggunakan informasi yang tidak benar yang dapat merugikan kepentingan Debitur, kreditur, dan pemangku kepentingan termasuk OJK.

Sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada SNP Finance juga dikeluarkan karena perusahaan tersebut belum menyampaikan keterbukaan informasi kepada seluruh kreditur dan pemegang Medium Term Notes (MTN) sampai dengan berakhirnya batas waktu sanksi peringatan ketiga.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan, audit dan penyajian laporan keuangan merupakan cara pencegahan dini paling ampuh.

”Saya sering bilang kunci utamanya bagaimana laporan keuangan di perusahaan itu ditandatangani oleh audity (auditor) oleh penanggung jawab dengan benar,” ungkapnya.

Maka Tito mengusulkan membuat satu inisiatif dan sudah berkoordinasi dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). ”Audity memberikan laporan keuangan kalau bisa disertifikasi, ujian, khusus listed company (perusahaan publik) dulu. Setelah itu mereka harus independen, harus tidak boleh afiliasi,” tegasnya.

Upaya itu menjadi modal pertahanan paling mendasar dari terciptanya kredibilitas laporan keuangan.

Laporan keuangan yang baik menentukan banyak hal, termasuk rating. ”Rating kan based (dasar) nya dari laporan keuangan yang sudah diaudit. Jadi bukan tugasnya Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia) lagi untuk memeriksa lagi laporan keuangannya,” paparnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News