Bank Mandiri Raih Kenaikan Peringkat Utang dari S&P

Bank Mandiri Raih Kenaikan Peringkat Utang dari S&P

Jakarta – Lembaga pemeringkat internasional, S&P Ratings menaikkan peringkat utang jangka panjang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (Mandiri) menjadi BBB- dengan outlook ‘stabil’, dari sebelumnya BB+. Peringkat baru ini berlaku untuk utang yang akan dilakukan perseroan dalam mata uang rupiah, maupun valuta asing.

Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Panji Irawan menyebut, kenaikan peringkat tersebut menjadikan Bank Mandiri sebagai salah satu korporasi terbaik di Indonesia yang berhasil mendapatkan peringkat Investment Grade dari tiga lembaga pemeringkat internasional dan satu lembaga pemeringkat domestik. Di samping S&P, lembaga lainnya yaitu Moody’s rating (Baa2/outlook Stabil), Fitch rating (BBB-/Stabil) dan Pefindo (idAAA/Stabil).

“Kami berharap naiknya peringkat utang ini dapat memperkuat kredibilitas Bank Mandiri di mata investor dan para pemangku kepentingan sektor keuangan Tanah Air. Semoga rating yang semakin membaik ini juga ikut berkontribusi pada pertumbuhan investasi di Indonesia,” kata Panji melalui keterangan resminya di Jakarta, Senin 1 Juli 2019.

Bank Mandiri berharap peringkat utang terbaru itu juga akan memberikan dampak positif terhadap akses perseroan di pasar modal, serta meningkatkan value bagi investor.

Bank Mandiri, lanjut Panji, terus mendorong perbaikan kinerja melalui penajaman fokus bisnis, inovasi produk dan layanan keuangan, serta monitoring kualitas aset yang ketat. Hasilnya, pada akhir triwulan I-2019, Bank Mandiri mencatat kenaikan laba bersih sebesar 23,4% yoy menjadi Rp7,2 triliun, yang ditopang oleh pertumbuhan kredit tahunan sebesar 12,4% menjadi Rp790,5 triliun dan penurunan rasio NPL sebesar menjadi 2,68%

Capaian neraca keuangan di akhir Maret 2019 lalu tersebut melanjutkan tren positif perseroan sejak akhir 2016. Selama empat tahun terakhir, Bank Mandiri tercatat membukukan pertumbuhan laba tahunan sebesar CAGR 23,7% YoY. Begitupula dengan penyaluran kredit per tahun yang juga terus tumbuh double digit dengan kualitas yang semakin membaik.

Menurunnya rasio kredit bermasalah tersebut itu, tambahnya, juga mendorong penurunan alokasi biaya pencadangan yang harus disisihkan perseroan. Tercatat, pada triwulan I 2019 biaya pencadangan yang disiapkan perseroan sebesar Rp2,8 triliun atau mengalami penurunan 28,1% YoY.

“S&P sendiri meyakini perbankan Indonesia akan memiliki benefit yang lebih dari situasi ekonomi saat ini yang terus membaik, dimana dalam 10 tahun terakhir rata-rata PDB perkapita riil Indonesia tercatat tumbuh sebesar 4,1%, lebih baik daripada rata-rata pertumbuhan negara dengan tingkat upah sama yakni 2,2%,” imbuhnya.

Di samping itu, S&P menilai agenda percepatan pengadaan infrastruktur pemerintah akan mendorong peningkatan pertumbuhan kredit perbankan yang diharapkan akan berdampak positif terhadap profitabilitas perbankan. (*)

 

Editor: Rezkiana Np

Related Posts

News Update

Top News