Jakarta – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sudah rusak usai keluarnya putusan terkait batas usia capres-cawapres. Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) paling bertanggung jawab adanya permasalahan ini.
“Ini pembelajaran penting bagi Jokowi. Jokowi, telah nyata-nyata, sebagai kepala negara melakukan tindakan-tindakan yang melawan konstitusi. Jadi ini kesalahan bukan hanya di MK,” tegas Isnur, Jumat, 3 November 2023.
Baca juga: Soal Putusan Usia Capres-Cawapres, MKMK Harus Bisa Kembalikan Kepercayaan Publik
Isnur mengungkapkan adanya kekecewaan masyarakat atas putusan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Untuk itu, kata dia, mekecewaan publik harus dipulihkan kembali. “Karena putusan sebelumnya lahir dari kecacatan dalam putusannya. Maka MK harus merevisi kembali putusan kemarin,” ujarnya.
“Ini memang sudah sangat rusak. Kita sudah kehilangan kepercayaan terhadap MK. Tapi pertanyaannya kemudian begini, apa gerakan atau solusi berikutnya? Di sinilah pentingnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) itu memberikan keputusan yang baik,” tambah dia.
Menurutnya, ketika MKMK tidak mampu menghasilkan putusan yang baik maka kondisinya akan tetap sama. Untuk itu, MKMK diharap berani mengeluarkan keputusan yang tegas.
“MKMK tidak menyiratkan adanya bahwa ada perubahan yang baik, ada situasi yang baik, maka kemudian tidak memberikan dampak apa-apa. Pertanyaannya, apakah kemudian MKMK berani memecat Anwar Usman? Apakah MKMK berani memberikan peringatan tegas, larangan konflik kepentingan misalnya,” ungkapnya.
Baca juga: Putusan MK Soal Usia Capres-Cawapres, Lahirkan Politik Dinasti?
Sementara itu, Direktur Isu Strategis Pusat Studi Hukum Konstitusi dan Pemerintahan (Pushan) Akademisi Hukum Tata Negara FH Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mengatakan, publik sangat menanti keputusan MKMK atas laporan dugaan pelanggaran kode etik Hakim MK.
“Kita berharap pada MKMK, agar nanti dalam putusannya benar-benar menghasilkan putusan etik yang obyektif dengan mendasarkan pada fakta-fakta yang didapat,” kata Jimmy. (*)