Jakarta – Bukan kaum hawa saja yang bersolek untuk mempercantik diri, tetapi perusahaan-perusahaan terbuka pun ikut melakukannya. Adalah fenomena window dressing yang menjadi “kesempatan” bagi manajemen perusahaan untuk memoles laporan keuangan kian menarik.
Bak pisau bermata dua, praktil window dressing di satu sisi memang membuat kinerja perusahaan terlihat cemerlang. Di sini lain, justru bisa menghancurkan sebuah perusahaan.
“Namanya widows dressing. Itulah yang lama-lama akan menghancurkan sebuah perusahaan,” kata Direktur Investigasi BPKP Evenri Sihombing, di Jakarta, Kamis, 14 November 2024.
Menurutnya, praktik satu ini masuk dalam kategori fraud yang dimainkan oleh manajemen top perusahaan. Modusnya, dengan membukukan pendapatan lebih awal.
Baca juga : Begini Prediksi Mirae Asset Soal Fenomena Window Dressing
“Ini adalah fraud yang dilakukan oleh manajemen tertinggi seolah-oleh perusahaan itu laku,” bebernya.
Meski begita, ia mewanti-wanti untuk tidak melakukan window dressing. Sebab, bagi bisa membobol perusahaan dan memakan banyak korban.
“Inilah yang pelan-pelan akan membobol perusahaan. Lalu direksi berganti kemudian, dan direksi terakhir inilah yang kena hama,” pungkasnya.
Sejatinya, window dressing dilakukan oleh perusahaan atau lembaga keuangan untuk mempercantik laporan keuangan mereka. Utamanya, jelang akhir tahun atau tutup buku periode laporan.
Baca juga : OJK Dorong Peningkatan Kualitas Pelaporan Keuangan di Sektor Jasa Keuangan
Istilah satu ini berasal dari dunia ritel, yang mana toko-toko bakal memperbaharui tampilan etalase mereka untuk menarik pelanggan
Adapun dalam konteks keuangan, window dressing melibatkan pelbagai strategi akuntansi dan manajerial. Tujuannya, untuk menampilkan posisi keuangan perusahaan dalam cahaya yang lebih positif.
Selain itu, untuk meningkatkan persepsi investor, kreditor, serta pemangku kepentingan lainnya terhadap kinerja dan kesehatan finansial perusahaan.
Praktik ini pun kerap dipakai untuk memenuhi ekspektasi pasar, mempertahankan harga saham serta memenuhi persyaratan pinjaman dan regulasi. (*)
Editor: Galih Pratama