Waspada! Serangan Siber Berbasis AI Bikin Perusahaan Boncos

Waspada! Serangan Siber Berbasis AI Bikin Perusahaan Boncos

Poin Penting

  • Serangan siber berbasis AI semakin berbahaya, mampu membuat ransomware dan mencuri data hanya dalam 25 menit.
  • Kerugian global akibat serangan siber diperkirakan mencapai USD10,5 triliun, perusahaan rata-rata sisihkan 6–10 persen anggaran TI untuk keamanan.
  • Faktor manusia jadi celah utama, 40 persen insiden akibat kelalaian pengguna, mayoritas lewat browser.

Jakarta – Country Manager Palo Alto Networks, Adi Rusli, mengungkapkan dampak negatif artificial intelligence (AI) terhadap bisnis di Indonesia. Menurutnya, pelaku usaha kini menghadapi ancaman siber yang semakin berbahaya seiring adopsi AI oleh pelaku kejahatan.

Survei McKinsey menunjukkan, total kerugian akibat serangan siber dapat mencapai USD10,5 triliun. Karena itu, rata-rata perusahaan kini mengalokasikan 6–10 persen anggaran teknologi informasi (TI) untuk keamanan siber.

“Dan dari mereka pula, kira-kira total addressable market buat para pelaku industri di dunia siber seperti kami, itu potensinya mencapai USD2 triliun.” imbuhnya di acara Roundtable Media Virtus Indonesia pada Rabu, 1 Oktober 2025.

Baca juga: Synology Ungkap Strategi Ketahanan Siber untuk Perkuat Data Industri Keuangan

Kemampuan aktor jahat mengembangkan ransomware kini jauh lebih singkat. Dengan AI, proses pembuatan hingga peretasan sistem keamanan perusahaan hanya memakan waktu sekitar 25 menit.

“(Sekarang), mereka bisa membangun ransomware, kemudian penetrate ke suatu sistem, masuk, menyerang, sampai dia keluar curi datanya, itu hanya membutuhkan waktu 25 menit,” ungkap Adi.

AI juga mempercepat fase eksploitasi sistem yang sebelumnya membutuhkan waktu berhari-hari, kini bisa kurang dari sejam. Bahkan, pencurian data yang dahulu memakan waktu berhari-hari, kini dapat terjadi hanya dalam hitungan menit.

Lebih parah lagi, Adi menyebut, 25 persen serangan siber berujung pada pencurian data dalam waktu kurang dari 5 jam, sementara banyak organisasi baru mendeteksi dan merespons setelah berhari-hari.

Faktor Manusia Jadi Celah Utama

Lebih lanjut, Adi mengungkapkan, faktor manusia masih menjadi pintu masuk terbesar. Sekitar 40 persen insiden disebabkan kelalaian atau kesalahan pengguna, dengan mayoritas aktivitas kerja saat ini berlangsung melalui browser.

“Biasanya, (serangan) masuk dari browser, karena kita semua berinteraksi dengan aplikasi, ataupun dengan web yang menyediakan data dan informasi melalui browser. Hampir 90 persen pekerjaan kita dilakukan di browser sekarang ini,” paparnya.

Baca juga: Ancaman Ransomware Kian Marak, Synology Kasih Solusi Cegah Kebocoran Data

Untuk menghadapi ancaman yang diperkuat AI, Adi menyebut perusahaan harus fokus pada dua hal. Pertama, perusahaan perlu pengamanan sejak tahapan paling awal.

Kedua, penting juga untuk otomatisasi operasi keamanan agar deteksi dan respons bisa secepat serangan itu sendiri. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Related Posts

News Update

Netizen +62