Waspada Kejahatan Kerah Putih Perbankan di Tanah Air

Waspada Kejahatan Kerah Putih Perbankan di Tanah Air

Jakarta – Kejahatan perbankan yang terjadi di Tanah Air kerap kali melibatkan orang dalam di kalangan perbankan itu sendiri. Modusnya pun beragam, mulai dari memasukkan data atau identitas tanpa izin yang berakibat hilangnya dana simpanan nasabah.

Menyikapi kejahatan ‘kerah putih’ tersebut, diperlukan adanya peningkatan tingkat profesionalistas pelaku industri perbankan dalam melakukan kewajiban dan tugasnya dengan penuh tanggung jawab serta meningkatkan rasa kepercayaan bagi masyarakat luas. 

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno mengatakan, kejahatan perbankan terjadi bukan hanya disebabkan faktor eksternal semata. Namun, ada faktor internal yang berperan penting di dalamnya.

“Faktor internal kejahatan perbankan memang berasal dari manusia itu sendiri,” katanya saat ditemui Infobanknews, Kamis, 8 Juni 2023.

Menurutnya, keterlibatan orang dalam perbankan adalah bagian dari risiko yang harus diatasi. Di mana, risiko bisa dikurangi apabila dilakukan mitigasi dari masing-masing bank itu sendiri.

“Tentu harus ada langkah mitigasi baik untuk pelaku dan sistem perbankan. Jadi, perlu dilakukan audit sistem berulang,” tegasnya.

Selama ini, kata dia, sudah banyak peraturan yang memproteksi dan mencegah terjadinya kejahatan perbankan. Bahkan ada suatu respons yang harus dilakukan jika terjadi alarm kejahatan perbankan. 

“Jadi kembali lagi, aturan sudah ada dari BI dan OJK dan tinggal bagaimana mengatasi permasalahan orang dan sistem teknologi dalam mengatasi kejahatan perbankan,” ujarnya.

Baca juga: Waspada! OJK Temui 3 Modus Penipuan Baru

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK 2017-2022 Wimboh Santoso menilai, kejahatan perbankan yang marak terjadi di Tanah Air tidak melulu disebabkan orang dalam bank itu sendiri. 

Ia menekankan, pentingnya sistem keamanan berlapis yang harus dimiliki oleh sebuah bank sebagai pintu utama dalam menghalau serangan siber oleh para hacker.

“Sistem keamanan harus lengkap dan efektif diimplementasikan. Jadi, tidak mesti kejahatan perbankan melibatkakn orang dalam,” katanya.

Kasus Kejahatan Kerah Putih di Tanah Air

Istilah kejahatan ‘kerah putih’ sendiri dikemukakan pertama kali oleh seorang kriminolog asal Amerika Serikat bernama Edwin H. Sutherland pada tahun 1939. 

Sutherland mendefinisikan White Collar Crimesebagai “a crime committed by a person of respectability and high social status in the course of their occupation.” 

Ia, berpendapat kejahatan ‘kerah putih’ merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang yang sangat terhormat dan berstatus sosial tinggi di dalam pekerjaannya. Tindakan kejahatan ini dapat terjadi di dalam perusahaan, kalangan profesional, perdagangan, maupun kehidupan politik.

Dalam kasus perbankan, kejahatan ‘kerah putih’ terjadi dengan berbagai modus. Melansir laman Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada 2013, anak usaha Bank Mandiri, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) cabang Bogor terjerat kasus penyaluran kredit fiktif senilai Rp102 miliar. Kejahatan ini diketahui merupakan bagian dari sindikat perbankan.

Empat orang tersangka ditetapkan dalam kasus ini, tiga orang merupakan karyawan BSM. Modus yang digunakan tersangka adalah dengan memalsukan identitas 197 nasabah fiktif baik melalui identitas nasabah maupun melalui persyaratan administrasi lainnya. 

Modus kejahatan kerah putih lainnya berupa pemalsuan dokumen yang berujung pada pembobolan dana nasabah. Setidaknya ini pernah terjadi di BSM periode 2014-2015 yang melibatkan dua orang karyawan BSM dengan nilai kerugian mencapai Rp50 miliar. Dua karyawan adalah Manager Marketing BSM Cabang Gatot Subroto dan Trade Specialist Officer BSM.

Baca juga: Pangkas Investasi Bodong, Masyarakat Perlu Kurangi Sifat ‘Serakah’

Kasus lainnya yang cukup fenomenal dan membuat gempar publik adalah pembobolan rekening nasabah yang kemudian berkembang sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU). Inong Malinda, mantan Relationship Manager Citibank di kantor cabang Citibank Landmark, Jakarta Selatan menjadi biang kerok dari kasus ini.

Modus operandi yang dilakukan perempuan yang dikenal dengan nama Malinda Dee ini adalah dengan memindahkan sejumlah dana milik nasabah tanpa seizin pemilik dana, ke beberapa rekening yang dikuasai Malinda termasuk ke rekening adik kandung, adik ipar serta suaminya.(*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News