Jakarta — Upaya pemerataan perekonomian ke seluruh Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan semua pihak, tidak cuma pemerintah. Pemerataan ini tidak bisa dimungkiri terkait erat dengan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah. Lalu di mana peran perbankan?
Kredit perbankan untuk pembiayaan infrastruktur diharapkan mampu menjadi jawaban atas kondisi infrastruktur yang kurang merata di Indonesia. Ketidakmerataan tersebut berimbas pada denyut perekonomian yang dinilai masih terpusat di Pulau Jawa.
“Salah satu masalah mengapa perekonomian cenderung terpusat di Pulau Jawa adalah karena ketidakmerataan infrastruktur antardaerah. Daerah yang infrastrukturnya baik, hampir bisa dipastikan perekonomiannya lebih baik dari daerah yang infrastrukturnya minim,” ujar Kepala Ekonom BRI, Anton Hendranata di Jakarta, Senin (23/8/2021).
Pembangunan infrastruktur melalui pembiayaan perbankan, lanjutnya, akan mampu mengurangi kesenjangan yang terjadi antardaerah. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi dan peranannya dalam perekonomian nasional bagi daerah yang tertinggal infrastrukturnya.
Senada dengan Anton, Pengamat Perbankan Doddy Ariefianto menegaskan, bahwa kredit infrastruktur adalah katalisator bagi tumbuh kembang daerah-daerah. Dia menambahkan, perbankan BUMN mayoritas yang mengucurkan kredit infrastruktur tersebut.
“Mayoritas di-handle (perbankan) BUMN, banyak jalan tol, itu terbesar yang saya lihat. Bank BUMN untuk BUMN karya seperti itu membangun jalan tol,” katanya.
Tak heran di tengah kondisi saat ini, pemerintah masih terus menggenjot pembangunan infrastruktur. Sebagaimana yang dikatakan oleh Wakil Menteri (Wamen) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo, bahwa penyelesaian pembangunan proyek yang sedang berjalan diharapkan selesai tepat waktu sehingga bisa menjadi katalis peningkatan ekonomi menjadi lebih baik.
Tahun ini, ada beberapa infrastruktur yang akan diresmikan di mana pembangunannya sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Pembangunan infrastruktur yang akan segera diresmikan tersebut antara lain berupa 5 bendungan yang berlokasi di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Sulawesi Selatan.
Selanjutnya adalah infrastruktur berupa jalan hingga Tempat Penampungan Akhir (TPA) di beberapa wilayah di Indonesia. Infrastruktur lainnya adalah jembatan, pelabuhan, sekolah, fasilitas umum, rumah sakit hingga sarana telekomunikasi.
Pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan mampu mendorong kegiatan ekonomi di masyarakat. Selain memang berfungsi untuk pemerataan pembangunan, infrastruktur yang dibangun juga mendorong masyarakat untuk tetap berdiam di wilayahnya masing-masing.
Pembangunan infrastruktur tersebut terus berlanjut hingga tahun depan, meski saat ini kondisinya masih serba tidak pasti akibat pandemi. Sebagaimana tertuang dalam RAPBN 2022, pemerintahan Presiden Jokowi menetapkan anggaran infrastruktur sebesar Rp384,779 triliun. Angka tersebut memang lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 2021 yang sebesar Rp417,8 triliun.
Meski lebih kecil, alokasi anggaran infrastruktur dipetakan semaksimal mungkin. Di antaranya adalah alokasi anggaran infrastruktur yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp170,349 triliun yang meliputi belanja K/L Rp164,250 triliun dan belanja non K/L Rp6,098 triliun. Kemudian, Transfer ke daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp119,193 triliun dan pembiayaan anggaran sebesar Rp95,235 triliun.
Adapun target output pembangunan strategis 2022 untuk bidang pelayanan dasar dalam bentuk pembangunan rumah susun 3.501 unit dan rumah khusus 2.250 unit, akses sanitasi dan persampahan bagi 114.124 KK, bendungan 37 unit (33 unit lanjutan dan 4 unit baru), serta pembangunan jaringan irigasi seluas 5.000 ha dan rehabilitasi jaringan irigasi seluas 100.000 ha.
Kemudian bidang konektivitas akan dibangun jalan sepanjang 205 km, pembangunan jembatan sepanjang 8.244 m, pembangunan jalur kereta api sepanjang 6.624 kilometer spoor (km’sp), dan pembangunan bandara baru pada 6 lokasi.
Untuk bidang energi dan ketenagalistrikan akan dibangun jaringan gas bumi untuk rumah tangga sebanyak 10.000 Sambungan Rumah Tangga (SR) dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Rooftop dengan total kapasitas 2,52 MegaWatt-peak (MWp).
Untuk bidang teknologi informasi akan dibangun 2.344 Base Transceiver Station (BTS) baru dan penyediaan akses internet sebanyak 9.463 titik (existing) khususnya di daerah 3T, penyediaan kapasitas satelit sebesar 25 Gbps, dan Utilisasi Palapa Ring dengan target rata-rata 41,6% (Barat 45%, Tengah 40%, Timur 40%).
Melalui sejumlah rencana pembangunan infrastruktur tersebut, perbankan menjadi salah satu pihak yang berkontribusi melalui kucuran kredit infrastruktur. Salah satunya adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), perbankan pelat merah yang memang mengucurkan pembiayaan untuk sektor ini.
Bahkan pada tahun ini, BNI memang berenana untuk meningkatkan kucuran kredit infrastruktur. Sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, rencana peningkatakan kucuran kredit infrastruktur ini untuk mendukung program pemerintah.
“Kami mendukung masuk ke infrastruktur top tier. Ini merupakan satu target kami saat ini untuk sambil melihat bagaimana kondisi ekonomi ke depan,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Sepanjang 2020, pembiayaan infrastruktur pada segmen korporasi yang dikucurkan BNI menembus Rp39,4 triliun, naik 39,8% dibandingkan setahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan fokus pemerintahan Jokowi yang akan terus menggenjot pembangunan infrastruktur meskipun di tengah pandemi Covid-19.
Menurut Royke, meski pandemi Covid-19 mengubah arah bisnis ke depan, namun ia melihat ada peluang besar di infrastruktur. Royke pun berharap ke depannya Pemerintah bisa melakukan penjaminan projek infrastruktur tidak hanya kepada perusahaan Hutama Karya. Tapi juga bisa diperluas kepada korporasi seperti perbankan.
“Perlu Pemerintah melakukan penjaminan proyek infrastruktur, bukan hanya untuk segmen menengah ke bawah tapi juga korporasi agar kita lebih agresif menyalurkan kredit,” pungkasnya. (*)