Jakarta — Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dinilai masih memilik kinerja keuangan yang cukup baik di tengah terjangan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Direktur Direktorat Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Deden Firman Hendarsyah menegaskan, bahwa pertumbuhan dari sisi aset, pembiayaan, dan Dana Pihak Ketiga (DPN) BPRS masih baik. “Rata-rata memang perbandingan perbankan syariah dan konvensional masih masih lebih tinggi pertumbuhan syariah dan stabil,” ujarnya dalam Seminar Nasional Outlook 2021 yang digelar secara daring Rabu (4/11/2020).
Kendati masih memiliki kinerja keuangan yang stabil, BPRS dinilai perlu untuk meningkatkan rasio keuangan yang masih di bawah rata-rata perbankan nasional dan konvensional. Terutama dari sisi rasio kecukupan modal dan pembiayaan bermasalah.
Deden menyebut, BPRS harus mampu menjaga dan meningkatkan kualitas pembiayaannya mengingat pandemi Covid-19 masih belim berakhir. Untuk mendukung hal tersebut, OJK sudah menyiapkan dan menelurkan beberapa kebijakan untuk industri perbankan.
Khusus untuk BPRS, kebijakan termasuk restrukturisasi dan bantuan stimulus yang umum untuk perbankan secara keseluruhan. Ada pula kebijakan khusus untuk BPR dan BPRS. Seperti terkait pengurangan pembentukan PPAP, penyediaan dana dalam bentuk penempatan dana antarbank, penghentian sementara perhitungan AYDA, pengurangan dana pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia. “Dengan kebijakan ini, kita harap bisa memberikan ruang lebih luas bagi pelaku sektor keuangan dan memiliki waktu untuk pulih,” turur Deden lagi.
OJK mencatat, per Agustus 2020 aset BPRS tercatat tumbuh 5,32%, pembiayaan tumbuh 5,86% dan DPL tumbuh 5,36%. Jauh lebih baik dari kinerja BPR konvensional
yang aset, pembiayaan dan DPK masing-masing tumbuh di level 3,87%, 3,84% dan 3,34%.
Sementara itu, Ketua Kompartemen BPRS Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Cahyo Kartiko mengatakan, pandemi Covid-19 tidak bisa dimungkiri memberikan efekt terhadap kinerja BPRS.
“Kita rasakan di awal pandemi terjadi kontraksi likuiditas, alhamdulillah tidak berlangsung lama pulih kembali, tapi kemudian yang muncul masalah rentabilitas,” ucapnya.
Menurutnya, rentabilitas mengalami penurunan menjadi sekitar 12,35% secara setahunan (yoy) sehingga menjadi catatan khusus. Cahyo menekankan, bahwa BPRS membutuhkan terobosan, inovasi, juga upaya pemulihan di sisi rentabilitas ini. Misalnya dengan efisiensi bisnis proses, maupun mengefektifkan pendapatan yang diterima dan dialokasikan pada operasional yang prioritas. (*)