Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menemukan banyak rumah subsidi di sejumlah provinsi yang kosong alias tidak dihuni. Bahkan, tingkat kekosongannya mencapai 60—80 persen.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mengatakan kuota bantuan program subsidi perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang mencapai 166.000 unit tahun ini telah habis dialokasikan.
Namun, Iwan melanjutkan, penyaluran bantuan rumah bersubsidi ini masih banyak diterima oleh masyarakat yang tidak berhak.
Selain itu, Iwan juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak lain yang tidak berhak.
“Oleh karena itu, pemerintah mendukung penambahan (kuota) FLPP ini, tetapi harus tepat sasaran,” kata Iwan dikutip Rabu, 28 Agustus 2024.
Baca juga: BTN Usulkan 2 Skema Subsidi Baru untuk Pangkas Backlog Perumahan
Diakui Iwan, pemerintah saat ini masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam hal penyediaan perumahan. Salah satunya terkait data riil backlog perumahan.
Merujuk data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, angka backlog perumahan mengalami penurunan dari 12,7 juta unit pada 2021 menjadi 9,9 juta unit pada 2023.
Sebelumnya, angka backlog kepemilikan rumah pada 2020, yaitu sebesar 17,52 persen atau sebanyak 12,75 rumah tangga yang belum memiliki rumah.
Menurutnya, penurunan angka backlog perumahan tersebut hanyalah sebuah indikasi. Pada kenyataannya, kata Iwan, pemerintah masih belum memiliki data individual yang spesifik mengenai masyarakat yang masuk dalam kategori membutuhkan rumah.
“Selain itu, data mengenai kelompok masyarakat yang belum memiliki rumah layak huni juga masih belum lengkap,” jelas Iwan.
Pemicu Rumah Subsidi Tak Dihuni
Menurut Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) ada sederet alasan rumah subsidi FLPP tidak dihuni oleh penerima manfaat.
Berdasarkan siaran pers BP Tapera pada 10 Agustus 2024, ketidakhunian tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti keluarga 29,19 persen. Alasannya masih tinggal di rumah lama (keluarga) dan menunggu anak sekolah naik kelas untuk kemudian pindah ke rumah baru (yang diperoleh dari FLPP).
Kemudian, faktor pekerjaan 26,19 persen, ekonomi 17,66 persen, hunian atau perumahan 11,06 persen, serta lainnya 15 persen.
FLPP adalah salah satu program di sektor perumahan yang memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk dapat memiliki rumah dengan bunga yang lebih ringan, yaitu suku bunga 5 persen tetap selama tenor berjalan, dengan cicilan KPR maksimal 20 tahun.
Syarat penerima KPR FLPP, antara lain belum pernah menerima subsidi atau bantuan pembiayaan perumahan dari pemerintah, tidak memiliki rumah, dan memiliki penghasilan maksimal Rp8 juta per bulan.
Harga rumah KPR subsidi FLPP dibanderol mulai dari Rp166 juta sampai Rp240 juta per unit sesuai dengan zonasi.
Sementara menurut data BP Tapera per 15 Agustus 2024, realisasi penyaluran FLPP mencapai 111.784 unit senilai Rp13,62 triliun.
Baca juga: Konsumsi Rumah Tangga Melambat di Kuartal II 2024, BPS Ungkap Penyebabnya
Tambah Kuota FLPP
Terbaru, pemerintah akan menambah kuota FLPP sebanyak 34.000 unit rumah. Hal itu seiring FLPP tahun 2024 yang semula dialokasikan 166.000 unit telah habis dimanfaatkan seluruhnya oleh masyarakat
Adapun tambahan kuota FLPP akan mulai berlaku pada September 2024.
“Pemerintah mendorong FLPP, di mana untuk masyarakat berpenghasilan rendah, FLPP ini dari semula target sebesar 166.000 unit ditingkatkan menjadi 200.000 unit,” ujar Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024. (*)