Jakarta – Ekonom senior Rizal Ramli memandang, kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2021 bakal mengalami krisis yang lebih dalam dibandingkan tahun 2020. Hal tersebut terjadi lantaran belum usainya pandemi covid-19 di Indonesia, dimana pandemi telah memukul pertumbuhan ekonomi RI hingga -5,32% pada kuartal II-2020 dilanjutkan pada kuartal III-2020 ekonomi RI masih -3,49%.
“Kali ini untuk tahun 2021 kami katakan mohon maaf ekonomi Indonesia akan mengalami krisis yang lebih serius dibanding tahun lalu. Pemerintah pernah menjanjikan angin surga bilang tahun 2021 ekonomi bakal balik lagi ke 5,5% mohon maaf janji surga tidak ada basisnya,” kata Rizal Ramli melalui diskusi virtual di Jakarta, Kamis 14 Januari 2021.
Menurutnya, terdapat 2 faktor yang menyebabkan ekonomi tak mampu menembus angka 5% di 2021 yakni daya beli masyarakat yang belum pulih, serta utang Pemerintah yang masih terus meninggi membuat keseimbangan primer negatif atau defisit.
“Daya beli masyarakat biasa betul betul ancur, memang tidak ada pekerjaan gara-gara covid, tapi yang paling penting adalah likuiditas yang ada di masyarakat disedot untuk biayai utang,” ucap Rizal.
Tak hanya itu saja, tambah dia, keseimbangan primer (primary balance) APBN yang terus negatif selama 6 tahun cukup membebani Pemerintahan saat ini dan Pemerintahan ke depan. Oleh karena itulah dirinya meminta Pemerintahan sekarang untuk berhati-hati mengelola utang negara.
“Pemerintah utang sudah terlalu banyak sehingga primary balance negatif selama 6 tahun dan semakin besar. Artinya apa hanya untuk membayar bunga saja harus meminjam, makin lama makin berat itu utangnya,” ujar Rizal.
Sebagai informasi saja, defisit keseimbangan primer APBN terus meningkat. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah sudah tidak mempunyai dana yang cukup untuk membayar bunga utang, sehingga pembayarannya dilakukan melalui penarikan utang baru.
Tercatat pada APBN 2020, defisit keseimbangan primer mencapai Rp689,7 triliun, selanjutnya pada tahun 2021 dierkirakan mencapai Rp633,1 triliun. (*)
Editor: Rezkiana