Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pengumuman wabah mpox yang tengah terjadi di Afrika sebagai darurat kesehatan global.
Pengumuman ini dikeluarkan sehari setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika menyatakan penyakit mpox sebagai darurat kesehatan masyarakat setempat.
Jadi, apa itu mpox, bagaimana penularannya, dan seberapa serius penyebarannya saat ini dibandingkan dengan wabah sebelumnya?
Apa itu mpox ?
Dinukil laporan Al Jazeera, Jumat (16/8), mpox merupakan infeksi virus yang utamanya menyerang manusia dan hewan. Virus ini termasuk dalam kelompok virus yang diklasifikasikan sebagai “genus Orthopoxvirus”.
Ini biasanya menyebabkan penyakit mirip cacar, yang meliputi ruam dengan benjolan atau lecet pada kulit. Benjolan tersebut sering kali berisi cairan atau nanah dan akhirnya mengeras dan sembuh.
Diketahui, mpox mirip dengan cacar yang sudah diberantas, dan virus cacar lainnya seperti cacar sapi dan vaksinia. Penyakit ini awalnya bernama “cacar monyet” ketika pertama kali diidentifikasi pada monyet pada tahun 1958.
Baca juga : Awas! Kasus Cacar Monyet di RI Bertambah Jadi 38 Kasus
Monyet-monyet penelitian yang ditangkap ini berada di Denmark kala itu. Pada 1970, kasus pertama yang dilaporkan pada manusia terjadi pada anak laki-laki berusia sembilan bulan di Republik Demokratik Kongo.
Pada 2022, WHO merekomendasikan untuk memperbarui namanya menjadi “mpox” untuk mengurangi stigma dan asosiasi dengan monyet, karena penyakit ini juga dapat menginfeksi hewan pengerat dan manusia.
Bagaimana virus mpox menular?
Virus mpox ditularkan ke manusia melalui kontak dekat dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Penularan dari hewan ke manusia biasanya terjadi melalui gigitan, cakaran, atau kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau luka dari hewan yang terinfeksi.
Diketahui, penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi melalui :
- Kontak langsung dengan lesi kulit, cairan tubuh, atau tetesan pernapasan orang yang terinfeksi.
- Kontak tatap muka yang berkepanjangan dengan orang yang terinfeksi.
- Menyentuh benda yang terkontaminasi, seperti tempat tidur atau pakaian yang pernah bersentuhan dengan bahan menular, meskipun hal ini merupakan cara penularan yang jarang terjadi.
- Virus masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit, saluran pernapasan, atau selaput lendir (termasuk mata, hidung, dan mulut).
Apa saja gejala mpox?
Umumnya, gejala mpox bisa berupa demam, sakit kepala, nyeri otot, dan ruam khas yang dapat muncul di wajah, tangan, kaki, dan bagian tubuh lainnya. Ruam tersebut akhirnya membentuk pustula dan koreng sebelum sembuh.
Baca juga : Sequis Life Catat Klaim Penyakit Pernapasan Capai Rp22,25 Miliar per Juni 2024
Pustula yang terlihat seperti jerawat besar berwarna putih atau kuning adalah benjolan kecil di kulit yang berisi nanah.
Kelenjar getah bening, kelenjar berbentuk kacang yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh, juga bisa membengkak saat mencoba melawan virus. Beberapa tempat yang terletak termasuk di bawah setiap lengan, dan di samping serta belakang leher.
Mengapa mpox dinyatakan sebagai darurat global?
WHO menyatakan mpox sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC) dengan tingkat kewaspadaan tertinggi karena ditemukannya varian baru mpox dan kasus-kasus yang dilaporkan untuk pertama kalinya di beberapa negara, seperti Kenya dan Rwanda.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, ada kekhawatiran akan penyebaran penyakit ini lebih lanjut di Afrika dan sekitarnya, setelah pertemuan komite darurat badan kesehatan PBB.
Deklarasi darurat dari WHO dimaksudkan untuk mendorong lembaga donor dan negara mengambil tindakan.
“Saat ini ada upaya nyata untuk memobilisasi sumber daya dan itulah sebabnya WHO menyerukan darurat kesehatan masyarakat sekarang,” kata Amita Gupta, Direktur Divisi Penyakit Menular di Sekolah Kedokteran Johns Hopkins.
WHO juga menyatakan mpox sebagai darurat kesehatan global pada Juli 2022, ketika virus ini pertama kali ditemukan menyebar melalui hubungan seksual dan dilaporkan di lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Setelah kasusnya menurun, WHO mencabut status darurat pada Mei 2023. (*)
Editor : Galih Pratama