Utang RI Tembus Rp8.680,13 Triliun, Ekonom Ungkap Penyebabnya

Utang RI Tembus Rp8.680,13 Triliun, Ekonom Ungkap Penyebabnya

Jakarta – Dari tahun ke tahun, utang pemerintah Indonesia terus mengalami peningkatan. Sejak 2014, saat terjadi peralihan pemerintahan dari Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), jumlah utang tercatat sebesar Rp2.608,78 triliun dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 24,7 persen.

Kini, utang pemerintah semakin menggunung. Per 30 November 2024, nilainya mencapai angka fantastis, yakni Rp8.680,13 triliun.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai bahwa permasalahan utama terkait utang pemerintah bukan hanya soal besarnya nilai atau rasio utang terhadap PDB.

“Masalah utang pemerintah Indonesia terutama bukan pada besarnya posisi utang atau rasionya atas PDB, tetapi lebih pada beratnya beban utang yang harus dibayar,” katanya, dalam Kursus Jurnalis Ekonomi, bertema “Utang Pemerintah”, Sabtu, 8 Februari 2025. 

Baca juga : Indef Soroti Masalah Fiskal yang Bikin Utang RI Makin Bengkak

Ia menjelaskan, berdasarkan data Statistik Utang Sektor Keuangan Indonesia (SSKI) Bank Indonesia edisi Januari 2025, per November 2024 nilai utang pemerintah telah mencapai Rp8.680,13 triliun.

Utang tersebut terdiri dari 88,12 persen Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp7.648 triliun, serta 12 persen dalam bentuk pinjaman sebesar Rp1.031 triliun.

Awalil menyebut ada banyak faktor yang menyebabkan utang pemerintah terus bertambah, salah satunya adalah defisit anggaran. Pada realisasi APBN 2024, defisit anggaran mencapai Rp507,80 triliun.

“Selain itu ada faktor pengeluaran pembiayaan seperti investasi milik pemerintah dan juga faktor perubahan kurs rupiah yang utamanya atas dollar Amerika karena sebagian utang kita berdenominasi valas,” ujarnya.

Dampak bagi Ekonomi

Awalil menambahkan, kenaikan utang pemerintah diharapkan berdampak positif terhadap perekonomian secara keseluruhan, terutama pada pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, proyek-proyek prioritas nasional diklaim mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat.

Hal ini dapat diukur melalui pertumbuhan PDB atau pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor dan wilayah tertentu.

Baca juga : Prabowo Ungkap Rasio Utang RI Terendah di Dunia, Ini Faktanya!

Namun, kenyataannya laju pertumbuhan ekonomi rata-rata selama 10 tahun era Jokowi hanya mencapai 4,13 persen per tahun.

“Jika mengeluarkan faktor pandemi, 5 tahun era pertama Jokowi pun rata-rata hanya sebesar 5,03 persen per tahun. Padahal, era 10 tahun SBY rata-ratanya mencapai 5,69 persen,” terangnya.

Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa rasio utang terhadap PDB meningkat selama era Jokowi, yang berarti laju kenaikan utang melebihi laju pertumbuhan produksi nasional. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

Top News

News Update