Jakarta – PT Indodana Multi Finance (Indodana Finance) menjelaskan sejumlah alasan mengenai utang produk buy now paylater (BNPL) atau paylater tumbuh pesat dalam beberapa bulan terakhir.
Menurut Iwan Dewanto, Direktur Indodana Finance, penyebab pertama dari meningkatnya pemakaian paylater adalah kemudahan yang ditawarkan. Produk paylater yang mudah diakses, membuat orang-orang kerap memanfaatkannya untuk bertransaksi.
“Keuntungan BNPL apa? Satu, kemudahan. Yang kedua, dari sisi keamanan itu UU PDP, sudah kami lakukan juga. Yang ketiga, dari sisi merchant, kita juga bersama dengan merchant-merchant yang lain,” kata Iwan pada Rabu, 9 Oktober 2024.
Baca juga: Indonesia Mau Keluar dari Jebakan Middle Income, Kemenkeu Beberkan Syaratnya
Alasan terakhir, menurut Iwan, menjadi faktor utama yang semakin memudahkan masyarakat untuk bertransaksi. Dengan banyaknya merchant yang tersedia di sebuah platform, paylater sudah bisa dianggap menjadi metode pembayaran sahih ketika berbelanja.
Pelemahan daya beli
Deflasi dan pelemahan daya beli, yang menjadi sorotan dalam beberapa bulan ke belakang, juga dirasa tidak begitu berpengaruh. Apalagi, pertumbuhan transaksinya sangat pesat, hampir mencapai triple digit.
Meskipun begitu, Iwan tetap mengimbau agar pertumbuhan transaksi paylater tetap dalam kondisi yang sehat. Jangan sampai transaksi yang berlangsung itu tidak berkualitas, sehingga menyebabkan kredit macet.
“Kemudahan ini makanya membuat paylater untuk tumbuh. Nah, cuma OJK bilang, tumbuh boleh, tapi asal harus tumbuh yang sehat, dan berkualitas gitu kan,” tegas Iwan.
Baca juga: Duh! Marak Anak Muda Nunggak Paylater hingga Sulit Akses KPR dan Dapat Kerja, Ini Pesan OJK
Untuk menjaga pertumbuhan yang baik dan terjaga, Iwan menilai salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan inklusi dan literasi keuangan. Jangan sampai nasabah paylater hanya mengutang, tapi tidak membayar tagihan tersebut.
Terancam sulit dapat kerja
“Kami harus memastikan bahwa ini kalau berutang, tapi nanti nggak diselesaikan, dampaknya ke SLIK kan. Sekarang di dunia kerja sekarang SLIK-nya harus clean lho. Kalau sleek-nya ini kena, dia nggak bisa dapat kerja,” tuturnya.
Ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh stakeholders untuk memastikan bahwa dengan kemudahan yang ditawarkan produk paylater, dibarengi juga dengan edukasi terhadap produk, agar tidak sampai menimbulkan kredit macet yang merugikan dua belah pihak.
Baca juga: Warga RI Makin ‘Kesetanan’ Ngutang di Paylater Bank, Pinjamannya Sudah Tembus Segini
Per Agustus 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat utang paylater di Indonesia dari seluruh industri keuangan mencapai Rp26,37 triliun.
Di industri pembiayaan saja, utang paylater meningkat sebesar 89,20 persen secara year on year (yoy) hingga Rp7,99 triliun, dengan non-performing financing (NPF) mencapai 2,52 persen. (*) Mohammad Adrianto Sukarso