Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Oktober 2023 turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi ULN Indonesia pada Oktober 2023 tercatat sebesar USD392,2 miliar atau senilai Rp6.073 triliun (asumsi kurs Rp15.485 per USD), turun dibandingkan dengan posisi ULN pada September 2023 yang mencapai USD394,4 miliar atau Rp6.107 triliun.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Eriwn Haryono mengatakan, penurunan posisi ULN ini terutama bersumber dari ULN sektor publik. Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia secara tahunan tumbuh 0,6 persen yoy.
“ULN pemerintah menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi ULN pemerintah pada Oktober 2023 tercatat sebesar USD185,1 miliar atau Rp2.866 triliun, turun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar USD188,3 miliar atau Rp2.915 triliun,” ujar Erwin dalam keterangan resmi, Jumat 15 Desember 2023.
Secara tahunan, ULN pemerintah tumbuh sebesar 3,0 persen yoy, melambat dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 3,3 persen yoy. Penurunan posisi ULN pemerintah terutama dipengaruhi oleh perpindahan penempatan dana investor nonresiden pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen lain seiring dengan volatilitas di pasar keuangan global yang meningkat.
Baca juga: Warisan Utang Jokowi Nyaris Tembus Rp8.000 T, Anies, Prabowo, dan Ganjar Siap Tanggung?
“Selain itu, Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel,” jelasnya.
Adapun, pemanfaatan ULN pada Oktober 2023 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas Pemerintah dan perlindungan masyarakat, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
Dukungan tersebut mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 23,8 persen dari total ULN pemerintah, administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 18,4 persen, jasa pendidikan 16,7 persen, konstruksi 14,2 persen, serta jasa keuangan dan asuransi 10,0 persen.
“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah,” pungkas Erwin.
Selanjutnya, ULN swasta tetap terkendali dan masih melanjutkan kontraksi pertumbuhan. Posisi ULN swasta pada Oktober 2023 tercatat sebesar USD196,9 miliar atau Rp3.048 triliun, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar USD196,7 miliar atau Rp3.045 triliun.
Secara tahunan, ULN swasta kembali mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,5 persen yoy, melanjutkan kontraksi pada bulan lalu sebesar 3,5 persen yoy. Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancialcorporations) yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 2,4 persen yoy dan 2,5 persen yoy.
Baca juga: Tarik Utang Baru Rp203,6 T, Sri Mulyani: Jauh Lebih Kecil dari Tahun Lalu
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 78,6 persen dari total ULN swasta.
“ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 74,6 persen terhadap total ULN swasta,” tandasnya.
Kemudian, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. ULN Indonesia pada Oktober 2023 tetap terkendali sebagaimana tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 28,7 persen, dari 28,9 persen pada bulan sebelumnya, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 86,8 persen dari total ULN. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra