Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2023 turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi ULN Indonesia pada akhir Februari 2023 tercatat sebesar US$400,1 miliar, turun dibandingkan posisi ULN Januari 2023 sebesar US$404,6 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta.
“Secara tahunan, posisi ULN Februari 2023 mengalami kontraksi sebesar 3,7% yoy, lebih dalam daripada kontraksi 2,0% yoy pada bulan sebelumnya,” jelas Erwin dalam keterangan resmi, Jumat, 14 April 2023.
Sementara itu, ULN pemerintah mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi ULN pemerintah pada Februari 2023 tercatat US$192,3 miliar, lebih rendah dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar US$194,3 miliar. Secara tahunan, ULN pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan yang lebih dalam, dari 2,5% yoy pada Januari 2023 menjadi 4,4% yoy pada Februari 2023.
“Perkembangan tersebut didorong oleh pergeseran penempatan dana investor nonresiden pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring dengan volatilitas pasar keuangan global yang masih tinggi,” katanya.
Lebih lanjut, pemerintah tetap berkomitmen menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel.
Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk fokus mendukung upaya Pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya dalam rangka menopang dan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global.
Dukungan tersebut mencakup, antara lain, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 24,0% dari total ULN pemerintah, administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 17,8%, jasa pendidikan 16,7%, konstruksi 14,2%, serta jasa keuangan dan asuransi 10,4%.
“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah,” ujar Erwin.
Selain itu, ULN swasta juga turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi ULN swasta pada Februari 2023 sebesar US$198,6 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar US$201,0 miliar. Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan yang lebih dalam, dari sebesar 1,7% yoy pada Januari 2023 menjadi 3,4% yoy pada Februari 2023.
“Perkembangan tersebut disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) masing-masing sebesar 6,2% yoy dan 2,7% yoy,” tambahnya.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, industri pengolahan, pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, serta pertambangan dan penggalian dengan pangsa mencapai 78,2% dari total ULN swasta. ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,4% terhadap total ULN swasta.
Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. ULN Indonesia pada Februari 2023 tetap terkendali, tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 29,9%, sedikit menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 30,3%.
Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN jangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,6% dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” pungkas Erwin. (*)
Editor: Galih Pratama