Jakarta – Wholesale Banking Director UOB Indonesia, Harapman Kasan mengungkapkan jika Bank UOB Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 20 persen secara tahunan di akhir 2024.
Sementara itu, di tahun depan, UOB Indonesia juga menargetkan pertumbuhan 20 persen untuk kinerja kreditnya.
“Kita lihat pertumbuhan di semester kedua itu cukup optimis ya. Target 20 persen itu juga adalah angka yang tinggi karena di industri itu target pertumbuhan kreditnya di 10 sampai 12 persen untuk tahun ini,” sebutnya saat paparan UOB Economic Outlook 2025 di Jakarta, Rabu, 25 September 2024.
Ia katakan, untuk mencapai target itu memang tak mudah. Namun, pihaknya percaya dengan misi UOB Bank sebagai regional bank yakni membantu pengembangan perdagangan ekspor impor Indonesia serta membawa foreign direct investment (FDI) ke Indonesia, telah membuka peluang UOB Indonesia untuk berkolaborasi dengan bank-bank UOB global lainnya.
“Karena kalau kita bicara FDI itu datang biasanya cukup besar. Kalau memang mereka berinvestasi di depo dolar, tak mungkin bisa dilakukan sendiri,” imbuhnya.
Baca juga: Bank Raya Incar Pertumbuhan Kredit Double Digit di Akhir 2024
Sedangkan untuk sektor utama yang menjadi fokus, yakni sumber daya alam (SDA) seperti mineral dan lainnya, serta konsumsi. Kekayaan alam dan populasi Indonesia yang sebesar 248 juta atau terbesar di Asia Tenggara (ASEAN) menjadi landasan utama UOB Indonesia untuk menempatkan fokusnya pada kedua sektor yang ada.
Selain itu, ia tambahkan, ada pula sektor sustainability yang kini tengah dan terus akan menjadi primadona ke depannya. Pemerintah Indonesia terus menggenjot sektor ini, terlebih terkait kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Harapman jelaskan bila rencana pemerintah untuk mewujudkan 20 persen dari penjualan mobil adalah EV, maka terdapat sekitar 200.000 unit EV yang terjual. Sementara tahun ini saja baru mencapai puluhan ribu. Kemudian, ada pula hilirisasi yang menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mendorong kemandirian energi dan pendapatan ekspor lebih besar.
Ia turut menerangkan bahwa untuk target net zero emission di Asia sendiri saja baru mencapai puluhan miliar dolar secara nilai dari target triliunan dolar.
“Jadi, baru 2 atau 3 persen dari yang direncanakan untuk mencapai yang namanya net zero emission. Memang tak mudah, karena secara investment itu apakah ini viral (popular) atau tidak. Jika komersilnya viral, maka ini akan trending untuk investment-nya lebih banyak,” ucapnya.
“Saya pikir untuk penurunan emisi itu banyak yang bisa dilakukan, seperti recycling business, apakah itu plastik, kertas, itu juga area yang kita coba dalami sehingga kita bisa lakukan perluasan investasi di bidang ini melalui skala yang luas,” tambahnya.
Sebagai informasi, PT Bank UOB Indonesia membukukan laba bersih senilai Rp161,86 miliar pada kuartal I/2024.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) tumbuh tipis 0,46 persen yoy menjadi Rp1,39 triliun.
Adapun, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) tercatat sebesar 3,92 persen. Tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) berada pada level 0,53 persen. Lalu, tingkat pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) sebesar 4,11 persen.
Dari sisi intermediasi, UOB Indonesia mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 11,25 persen secara tahunan mencapai Rp90,84 triliun dari sebelumnya Rp81,66 triliun.
Baca juga: BI Rate dan FFR Kompak Turun, Kapan Suku Bunga Kredit dan Deposito Ikutan?
Alhasil, aset per Maret 2024 ikut terkerek naik 5,49 persen menjadi Rp159,91 triliun. Seiring dengan penyaluran kredit, kualitas aset pun terjaga, tecermin dari rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross yang turun 58 bps menjadi 2,48 persen dari 3,06 persen dan NPL net susut 49 bps menjadi 1,27 persen dari 1,76 persen.
Terakhir, pada segi pendanaan, UOB Indonesia telah meraup dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp123,24 triliun pada kuartal I/2024, tumbuh tipis 0,03 persen secara tahunan.
Namun, dana murah atau current account saving account (CASA) UOB Indonesia susut 5,76 persen menjadi Rp65,06 triliun dari Rp69,04 triliun. (*) Steven Widjaja