Oleh Ardo R. Dwitanto
BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) tengah menjadi sorotan publik seiring dengan temuan unrealized loss pada investasi sahamnya. Menurut laporan yang diterima dari BPJS TK, terdapat rugi tidak terealisasi (unrealized loss) pada investasi sahamnya sebesar Rp14,41 triliun per 20 Januari 2021. Pada periode 2016-2020, secara keseluruhan portofolio investasi BPJS TK meliputi deposito bank (12% dari total dana investasi), obligasi (60,5% dari total dana), dan saham (26,9% dari total dana).
Sebagian besar alokasi dana BPJS TK ke pendapatan tetap, yakni obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Meskipun terjadi penurunan nilai investasi sahamnya, secara keseluruhan nilai investasi BPJS TK pada periode 2016-2020 telah mengalami kenaikan sebesar 136% atau tumbuh dua kali lipat. Pada 2016, nilai dana investasi BPJS TK sebesar Rp206,05 triliun. Di akhir 2020, nilai dana investasi meningkat menjadi Rp486,38 triliun. Selain itu, BPJS TK sepanjang periode 2016-2020 membukukan keuntungan riil total sebesar Rp137 triliun.
Dilatarbelakangi oleh kasus-kasus yang menimpa Jiwasraya dan Asabri, yang juga mengalami penurunan nilai investasi saham, penurunan nilai investasi saham BPJS TK dicurigai akibat dari kesalahan investasi dan dicurigai dapat membuat BPJS TK gagal bayar. Namun, kenyataannya hal itu tidak berdampak pada kemampuan BPJS TK untuk membayar klaim peserta dan penurunan nilai investasi saham tersebut semata-mata karena fluktuasi indeks pasar saham.
Semua investasi memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu potensi untung dan potensi rugi (risiko). Mengejar potensi untung (return) yang tinggi berarti harus menerima pula potensi rugi (risiko) yang tinggi. Sebaliknya, potensi untung yang rendah diikuti pula oleh potensi rugi yang rendah. Terdapat investasi bebas risiko, seperti deposito bank, tetapi imbal hasilnya juga sangat rendah, kejar-kejaran dengan inflasi.
Dana investasi BPJS TK untuk Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan investasi jangka panjang sehingga perlu bertumbuh di atas tingkat inflasi, supaya penerima JHT di masa depan dapat menikmati peningkatan riil (nyata) dari investasinya. Sejak 2016, imbal hasil JHT dapat dipertahankan di atas rata-rata suku bunga deposito bank pemerintah. Secara rata-rata, selisih antara imbal hasil JHT dan rata-rata suku bunga deposito bank pemerintah sepanjang periode 2016-2020 adalah sebesar 1,8%. Bahkan, pada 2020, ketika pandemi COVID-19 mulai merebak, imbal hasil JHT sebesar 5,58%/tahun, tetap di atas rata-rata suku bunga deposito bank pemerintah, yaitu sebesar 3,62%/tahun. Ini membuktikan adanya komitmen BPJS TK untuk menjaga sustainable growth nilai investasi di atas rata-rata suku bunga deposito bank pemerintah.
Terkait dengan investasi saham, BPJS TK membangun portofolio investasi sahamnya mengikuti komposisi saham-saham yang membentuk indeks pasar saham, yakni Indeks LQ45, yang terdiri atas saham-saham unggulan. Indeks pasar saham berfluktuasi mengikuti kondisi pasar saham.
Fluktuasi indeks pasar saham merefleksikan adanya ketidakpastian yang memang harus dihadapi para investor. Fluktuasi tinggi mengindikasikan ketidakpastian tinggi. Fluktuasi rendah mengindikasikan ketidakpastian rendah. Aliran dana para investor global membuat bursa saham Indonesia terintegrasi dengan bursa-bursa saham di negara-negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Singapura.
Pandemi COVID-19 telah melanda Indonesia sejak Maret 2020. Pemerintah pun memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang membuat sebagian industri nasional berhenti. Pemerintah membagi bidang usaha menjadi dua, yaitu bidang usaha esensial, yang tetap boleh beroperasi dengan pembatasan dan bidang usaha non-esensial, seperti jasa angkutan orang dan hiburan dan pariwisata, yang praktis tidak dapat beroperasi. Hal tersebut memicu terjadinya PHK secara masif pada bidang usaha non-esensial. Di samping itu, PSBB menurunkan produktivitas dari bidang usaha esensial.
Sejak pandemi terjadi di Indonesia, PSBB (atau kini PPKM) terus diperpanjang. Para investor melihat situasi itu sebagai kondisi yang penuh ketidakpastian. Alhasil, harga-harga saham anjlok. Indeks LQ45 bahkan turun tajam sebesar -40% pada pertengahan Maret 2020 jika dibandingkan dengan awal Januari 2020.
Ketika PSBB dilonggarkan di Juni 2020, Indeks LQ45 menunjukkan tren kenaikan hingga pertengahan Agustus 2020 sehingga penurunan Indeks LQ45 berkurang menjadi -17%. Namun, sepanjang September 2020 di DKI Jakarta PSBB diperketat kembali. Indeks LQ45 mengalami penurunan kembali sehingga penurunan nilai kembali bertambah menjadi -26,4%. Hal ini juga mengakibatkan nilai investasi saham BPJS TK turun atau unrealized loss sebesar Rp48,44 triliun per 30 September 2020.
Ketika vaksin COVID-19 pertama di Amerika Serikat diumumkan di awal November 2020, investor mempunyai harapan lagi bahwa ekonomi akan kembali normal. Apalagi indikator-indikator ekonomi lainnya mendukung, seperti pertumbuhan minus ekonomi nasional mulai berkurang dari kuartal ke kuartal.
Hal itu yang memicu Indeks LQ45 meningkat sehingga mengurangi penurunan Indeks LQ45 menjadi -8,43% di akhir Desember 2020. Penurunan nilai investasi atau unrealized loss saham BPJS TK juga berkurang dari Rp48,44 triliun per 30 September 2020 menjadi Rp22,21 triliun per Desember 2020.
Selain itu, anggaran penanggulangan COVID-19 dan pemulihan ekonomi yang digelontorkan pemerintah di 2021 ini meningkat dibandingkan dengan di tahun sebelumnya. Adanya insentif pajak bagi industri yang menyerap banyak tenaga kerja, insentif uang muka pembelian hunian tinggal, komitmen penanaman modal asing dan dalam negeri yang meningkat, pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (INA), penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate, dan vaksinasi COVID-19 gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Hal itu membangkitkan optimisme para investor dan insentif untuk putar uang kembali ke bisnis.
Hal tersebut juga berimbas pada Indeks LQ45 yang meningkat sehingga mengurangi penurunan nilainya dibandingkan dengan awal Januari 2020, menjadi sebesar -3% di pertengahan Januari 2021. Penurunan nilai investasi saham atau unrealized loss BPJS TK juga berkurang menjadi Rp14,41 triliun.
Meskipun terjadi penurunan nilai investasi saham sepanjang 2020, BPJS TK telah memperlihatkan kemampuan likuiditas yang baik. BPJS TK tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran klaim peserta. Hal itu tecermin dari kenaikan pembayaran klaim 2020 sebesar 22,82%, yakni sejumlah Rp36,94 triliun.
Unrealized loss memang tidak elok dipandang oleh siapa pun. Namun, selama BPJS TK tidak menjual saham-saham yang mengalami unrealized loss tersebut, maka unrealized loss tidak benar-benar terjadi. Jika BPJS TK benar menjual saham-saham tersebut, maka transaksi tersebut mengakibatkan kerugian. Jika memang ada transaksi penjualan saham, tentunya ada bukti transaksi – dan bukti transaksi memang tidak ada ketika masih berstatus unrealized loss.
*) Penulis adalah Deputy Head of MBA Program – IPMI International Business School