Jakarta – Toko Buku Gunung Agung akan segera menutup seluruh outletnya secara permanen pada akhir 2023 karena perusahaan tidak bisa bertahan dari kerugian operasional yang besar.
Bersamaan dengan itu, Toko Buku Gunung Agung ini tengah melakukan cuci gudang dengan memberikan diskon besar-besaran guna menghabiskan stok barang.
Di mana, ratusan pengunjung memadati gerai terakhir di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, sejak Selasa (29/8). Penutupan Toko Buku Gunung Agung pun kini menjadi topik perbincangan hangat warganet di Indonesia.
Masyarakat khususnya para pelanggan pun dibuat penasaran dengan sejarah Toko Buku Gunung Agung yang sempat meraih masa kejayaannya dengan membuka outlet di berbagai kota di Indonesia.
Baca juga: Toko Buku Gunung Agung PHK 350 Karyawan, Begini Kata Manajemen
Sejarah Toko Buku Gunung Agung
Dinukil dari berbagai sumber, Toko Buku Gunung Agung didirikan oleh Tjio Wie Tay alias Haji Masagung pada 1953 silam.
Awal mulanya, Tjio Wie Tay membentuk sebuah kongsi dagang dengan Lie Tay San dan The Kie Hoat bernama Thay San Kongsie pada 1945. Kala itu, barang yang diperjualbelikan adalah rokok.
Melihat peluang menjanjikan, Thay San Kongsie kemudian membuka toko buku impor dan majalah. Kios mereka masih sederhana dan berlokasi di Jakarta.
Seiring berjalan waktu, keuntungan yang dicatat buku lebih besar ketimbang penjualan rokok dan bir yang awalnya ditekuni Tay San Kongsie. Lantas, kongsi ini pun menutup usaha rokok dan bir untuk fokus ke toko buku.
Kemudian, pada 1951, Tjio Wie Tay membeli sebuah rumah sitaan Kejaksaan di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat. Rumah tersebut ditata sedemikian rupa menjadi percetakan kecil pada bagian belakang.
Seiring perkembangan bisnis yang semakin besar dan kompleks di awal pasca kemerdekaan RI ini, Haji Masagung lantas mendirikan perusahaan baru yang menerbitkan dan mengimpor buku, bernama Firma Gunung Agung.
Baca juga: Imbas Ketidakpastian Ekonomi, Pluang PHK 10 Persen Karyawan di 3 Negara
Namun sayang, langkah tersebut tidak sejalan dengan Lie Tay San sehingga ia memutuskan mundur dari kongsi tersebut. Dengan berdirilah Firma Gunung Agung yang ditandai dengan perhelatan pameran buku di Jakarta pada 8 September 1953.
Perusahaan pun terus berkembang dengan dukungan para penyair, penulis, cendekiawan, dan para jurnalis.
Tidak puas sampai di situ, berbekal keinginan untuk meningkatkan literasi masyarakat Indonesia, Haji Masagung kemudian menyelenggarakan pameran buku pertama di Indonesia pada 1954. Pada kala itu, pameran mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
Di tahun-tahun berikutnya, Haji Masagung kian mengembangkan perusahaan hingga menjadi salah satu jaringan toko buku terbesar di Tanah Air seperti saat ini.
Bahkan, saat memasuki tahun 2.000-an, perusahaan memperluas lini produk dengan menjual alat tulis, kebutuhan sekolah, barang mewah, barang olahraga, alat musik, otomatisasi/peralatan kantor, dan produk teknologi tinggi.
Bahkan pada tahun 2010, Toko Gunung Agung memiliki sekitar 30 cabang di kota besar Jawa dan Bali dengan luas area penjualan 28.000 meter persegi; 20 cabang di antaranya berada di Jakarta dan sekitarnya.
Baca juga: Badai PHK Belum Usai! Kini Giliran T-Mobile Pangkas 5.000 Karyawan
Selain memiliki Toko Gunung Agung, PT GA Tiga Belas kemudian juga memiliki 4 cabang toko buku dengan merek dagang TGA Bookstore.
Perusahaan saat ini memiliki tiga anak perusahaan, yaitu PT Perdana Makmur Agung, yang bergerak di bidang ekspor impor dan distribusi, PT Ayu Masagung, yang bergerak di bidang perdagangan valuta asing dan PT Timpani Agung, yang bergerak di dalam bidang penerbitan.
Namun sejarah panjang Toko Gunung Agung akan segera berakhir usai gerai terakhir mereka di Kwitang yang menjadi toko pertama dan terakhir yang dimiliki Gunung Agung. (*)
Editor: Gali Pratama