Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan kapabeanan dan cukai hingga Juli 2024 mencapai Rp154,4 triliun atau 48,1 persen dari target APBN, naik 3,1 persen secara tahunan (yoy).
Menteri Keuangan Sri Mulyani merincidari penerimaan tersebut, terdapat realisasi penerimaan dari bea masuk sebesar Rp29,0 triliun triliun atau 50,6 persen dari target, atau tumbuh tipis 2,1 persen. Salah satu faktor pertumbuhan ini didorong oleh penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah.
“Terutama untuk nilai impor yang naik meskipun rata-rata tarif kita menurun, kecuali kalau kita melakukan beberapa tarif untuk proteksi. Tarif kita itu turun dari 1,45 persen ke 1,34 persen. Artinya rata-rata hampir semua barang bisa masuk dengan tarif yang relatif rendah,” jelas Sri Mulyani dikutip 13 Agustus 2024.
Baca juga: Penerimaan Pajak Terkontraksi 5,7 Persen di Juli 2024, Sri Mulyani Beberkan Penyebabnya
Selain itu, bea keluar sebesar Rp9,3 triliun, melonjak tinggi dengan pertumbuhan 58,1 persen. Adapun komoditas yang berkontribusi besar, yakni bea keluar (BK) tembaga tumbuh 928,0 persen dengan share dari total BK mencapai 76,5 persen. Hal ini dipengaruhi relaksasi ekspor komoditas tembaga.
“Bea keluar untuk tembaga saja yaitu Amman dan Freeport mereka diperbolehkan untuk ekspor tapi mereka harus menyelesaikan smelter dengan membayar bea keluar yang lebih tinggi, ini menyebabkan penerimaan kita tinggi, jadi memaksa mereka melakukan hilirisasi,” ungkapnya.
Meski demikian, untuk komoditas sawit masih mengalami penurunan sebesar 60 persen yang dipengaruhi penurunan rata-rata harga СРО 2024 sebesar 5,91 persen yoy dan penurunan volume ekspor sawit 15,48 persen yoy.
Sementara itu, penerimaan dari cukai mencapai Rp116,1 triliun atau 47,2 persen dari target, tumbuh 0,5 persen setelah mengalami kontraksi.
Baca juga: Pemerintah Gali Pajak Digital, Per Juli 2024 Terkumpul Rp26,75 Triliun
Pertumbuhan itu, berasal dari cukai hasil tembakau sebesar Rp111,3 triliun atau tumbuh tipis 0,1 persen yoy dipengaruhi kenaikan produksi golongan II dan III.
“Golongan I yang cukainya paling tinggi dia tetap mengalami tekanan,” jelasnya.
Lalu, realisasi dari Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) penerimaannya tumbuh 10,6 persen atau mencapai Rp4,6 triliun dan cukai Etil Alkohol sebesar Rp80,4 miliar atau tumbuh 21,8 persen sejalan dengan kenaikan produksi. (*)
Editor: Galih Pratama