Jakarta – Salah satu yang tengah ramai dibincangkan di kalangan industri perbankan global adalah artificial intelligence (AI) yang digunakan untuk membuat deepfake.
Sebagai informasi, deepfake merupakan pemalsuan foto atau video menggunakan AI. Dan hasilnya bisa sangat mirip dengan visual yang asli.
Perusahaan perangkat lunak asal Jepang Trend Micro menjelaskan, dengan semakin terintegrasinya jaringan di internet, penjahat bisa mendapatkan database wajah dan suara dengan mudah, baik itu melalui media sosial atau dark web.
Baca juga: OJK Tekankan Pentingnya Investasi Teknologi Keamanan Siber di Sektor Perbankan
“Apa yang perlu mereka lakukan adalah mengunduh foto dan video itu dari internet, lalu kemudian diunggah ke dalam software yang diperuntukan membuat deepfake,” terang Sapna Humbly, Director-BFSI Business APAC, Trend Micro, pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Sapna mewanti-wanti keberadaan deepfake yang bisa sangat berbahaya untuk industri perbankan. Pasalnya, deepfake berpotensi menembus sistem know your customer (KYC) yang dimiliki perbankan, berdasarkan data-data yang penjahat peroleh dari internet.
Dijelaskan Sapna, para pemakai deepfake bisa memperoleh informasi sensitif seperti KTP, dan memanfaatkannya untuk keperluan tidak baik. Ini bisa menciptakan kebingungan bagi sistem KYC bank untuk memverifikasi nasabah mereka.
“Bayangkan, bagaimana ini bisa digunakan untuk hal-hal yang tidak baik? Mengeluarkan uang untuk penjahat yang ingin melegitimasikan transaksi mereka. Semuanya ini bisa dicapai (melalui deepfake),” tegas Sapna.
Untuk itu, Sapna menegaskan bagi pelaku perbankan untuk berinvestasi terhadap teknologi AI yang mampu menangkal deepfake. Beruntungnya, kesadaran pelaku industri akan serangan ini sudah meningkat, termasuk di Indonesia.
Baca juga: Riset Trend Micro: Indonesia Terlalu Lama Tangani Serangan Siber
Menurut Sapna, sudah ada pembicaraan akan topik deepfake oleh pelaku perbankan Tanah Air. Meskipun begitu, harus diakui bahwa ini masih dalam tahap perbincangan dan evaluasi. Diperlukan adanya pembahasan dan regulasi lebih lanjut untuk menangani deepfake.
“Dari sisi teknologi, perbankan di Indonesia masih mengevaluasi deepfake. Dan kesadarannya juga sudah ada. Kami berusaha meningkatkan kesadaran dan memberikan solusi dari serangan deepfake,” tutupnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso