Transformasi Digital Bank, Fraud dan Ancaman Resesi

Transformasi Digital Bank, Fraud dan Ancaman Resesi

Jakarta – Transformasi digital perbankan semakin pesat. Terlihat dari banyaknya produk keuangan yang ditawarkan oleh bank. Namun, hal ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Pandemi yang baru saja terjadi telah memicu revolusi digital dengan cara yang tidak diperkirakan oleh siapapun. Teknologi inovatif dan layanan digital melompat ke garis depan dan disambut hangat oleh nasabah yang mencari kepuasan instan dengan satu klik tombol saja.

Ketika tuntutan akan pengalaman digital yang cepat dan seamless menjadi lebih besar dari sebelumnya, maka pada saat yang sama, sangat penting juga bagi bisnis untuk melindungi diri mereka dan nasabah mereka dari fraud. Lalu, apa yang harus dilakukan bank untuk mencegah terjadinya fraud? Kemudian, bagaimana peluang bank, baik dari sisi teknologi maupun ancaman resesi pada tahun ini? Berikut wawancara Infobanknews dengan Inge Halim, Managing Director and Head of Synpulse Indonesia:

Saat ini, transformasi digital perbankan sudah sangat menggeliat. Terlihat dari banyaknya produk dan layanan keuangan yang ditawarkan oleh bank. Namun, apakah penyediaan produk dan layanan keuangan saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nasabah? Atau ada hal lain yang juga harus dilakukan oleh bank, misalnya mengkomunikasikan aplikasi digital tersebut secara jelas kepada nasabah, agar nasabah terhindar dari fraud?

Fraud adalah masalah serius yang mempengaruhi nasabah dan perusahaan. Kerugian ekonomi dari insiden seperti ini jauh melebihi kerugian finansial. Jika dibiarkan, fraud juga bisa merusak reputasi perusahaan. Meskipun pengadopsian teknologi tengah meningkat, wajib bagi bank untuk mengedukasi nasabah dan masyarakat untuk mengenali dan mengelola risiko di sisi mereka. Bagaimanapun, nasabah dan perusahaan harus berbagi tanggung jawab untuk meraih pengalaman online yang aman dan nyaman.

Digitalisasi di Indonesia berkembang pesat, para pelanggan dapat berinteraksi dengan Relationship Manager (RM) mereka dari jarak jauh dan menerima saran yang lebih individual berdasarkan profil risiko mereka. Apakah interaksi jarak jauh ini juga bisa dilakukan oleh industri perbankan?

Karena pandemi secara signifikan mengubah dinamika interaksi nasabah dengan bank, kini banyak nasabah menjadi lebih cerdas secara digital dibandingkan beberapa tahun lalu. Bank dan perusahaan fintech telah berupaya keras untuk meningkatkan literasi keuangan nasabah Indonesia. Sebagai contoh, mereka menggunakan keahlian mereka untuk mengelola portofolio nasabah dan mengarahkan investasi mereka menggunakan aplikasi digital. Hasilnya, ada perubahan positif dalam engagement dan penetrasi ke platform digital. Pada gilirannya, interaksi jarak jauh menjadi semakin penting dalam industri perbankan karena semakin banyak nasabah menuntut lebih banyak digitalisasi untuk akses yang lebih mudah dan lebih cepat guna mendapatkan RM advice maupun untuk menjangkau keuangan mereka.

Teknologi WaaS memungkinkan bank untuk mengkapitalisasi potensi di pasar Indonesia yang berkembang secara massal dengan mensyaratkan lebih sedikit modal dan likuiditas di muka. Mohon penjelasannya, Bu, terkait hal ini? Bagaimana peluang WaaS bagi perbankan kedepan?

Dengan Wealth as a Service (WaaS) perusahaan-perusahaan dapat memisahkan pengeluaran dari CapEx (capital expenditure) dan menjadikannya sebagai OpEx (operating expenditure). Secara tradisional, pengadaan platform wealth management membutuhkan investasi besar di awal untuk pengadaan infrastruktur on-premises dan proses untuk memastikan keamanan dan compliance. Jelas ini akan menjadi hambatan besar bagi bank-bank skala kecil. Dengan WaaS, wealth platform yang ditawarkan di public cloud seperti AWS, dan bank bisa memanfaatkan skalabilitas dan penghematan dari penawaran seperti itu. Selain itu, WaaS ditawarkan dalam bentuk berlangganan, dengan model pay-as-you-go dan memungkinkan bank untuk mengalihkan cash flow untuk aktivitas-aktivitas lain karena mereka tidak harus berinvestasi di muka untuk infrastruktur yang besar dan mahal itu. Hal ini juga membuat fleksibilitas dan skalabilitas menjadi lebih besar, karena bank bisa dengan mudah mengembangkan penggunaan layanan wealth management sesuai dengan perubahan kebutuhan mereka, tanpa membutuhkan investasi modal yang besar. Dalam lingkungan perbankan yang semakin customer-centric ini, kami mengharapkan peningkatan permintaan terhadap WaaS di Indonesia. WaaS memungkinkan bank dan institusi keuangan berfokus pada basis nasabah mereka yang terus bertambah, dan menyerahkan kerumitan pengelolaan wealth platform ke tangan profesional yang benar-benar memahaminya.

Meningkatnya permintaan akan data dan informasi global, ide investasi global, kebangkitan ESG, dan, di negara-negara seperti Indonesia untuk menyediakan lebih banyak data berisi informasi yang sesuai dengan Syariah, apakah juga terjadi di industri perbankan syariah di tanah air?

Perbankan syariah dan investasi ESG adalah strategi pelengkap untuk peningkatan modal dan investasi, dengan beberapa ide dasar yang sama. Keadilan, pemberdayaan semua pemangku kepentingan, perilaku moral, dan tanggung jawab sosial adalah kebutuhan dalam perbankan syariah – konsep yang menjadi inti dalam berbagai upaya dan inisiatif keberlanjutan.

Beberapa inisiatif yang mendukung aktivitas keberlanjutan dan ESG baru-baru ini diperkenalkan ke dalam sektor keuangan Islami. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mempublikasikan sebuah Roadmap Keuangan Berkelanjutan pada Desember 2014 dan Kementerian Keuangan juga merilis Sukuk Hijau pada Februari 2018. Mengingat hubungan kuat antara investasi Syariah dan ESG, manajer investasi Syariah kini bisa menjangkau klien yang lebih luas, termasuk investor sadar sosial yang berada di luar yurisdiksi Syariah yang ingin mendiversifikasikan perusahaan mereka. Perbankan syariah dan ESG memiliki potensi unik untuk menghasilkan investasi berkelanjutan di Indonesia karena industri ini akan berkembang pada tahun-tahun mendatang.

Tahun ini perekonomian dunia diprediksi akan menghadapi resesi. Menurut Ibu apa yang harus dilakukan Indonesia untuk terhindar dari resesi? Terutama bagi industri jasa keuangan dan perbankan?

Untuk bank, teknologi akan menjadi sangat penting dalam mengurangi dampak merugikan dari resesi yang sudah diprediksi. Dengan menggunakan platform manajemen tersentralisasi, bank dapat memonitor aktivitas pasar dan mengevaluasi komoditas, nilai tukar mata uang, dan indikator risiko secara real time. Yang paling penting, dengan memiliki pemahaman yang tersentralisasi para pembuat keputusan dan analis memanfaatkan data mereka secara tepat dan memprediksi penurunan ekonomi dengan baik sebelum terjadi.

Pengimplementasian kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan machine learning (ML) adalah beberapa contoh teknologi bisa dimanfaatkan. AI dan ML bisa digunakan untuk meningkatkan sistem manajemen risiko di industri jasa keuangan dan perbankan. Teknologi ini bisa menganalisasi data dalam jumlah besar untuk mengidentifikasi pola dan anomali, serta mendeteksi risiko yang muncul sebelum menjadi masalah besar.

Waktu terjadinya resesi global selanjutnya mungkin akan menjadi lebih jelas dalam satu atau dua tahun yang akan datang, namun bank sentral harus memonitor dan mengatasi risiko sistemik dalam sistem keuangan dengan meningkatkan framework pengawasan dan regulasi, serta membuat sistem peringatan dini untuk mendeteksi risiko-risiko yang muncul. Ini akan membantu memastikan bahwa sistem keuangan tetap stabil dan resilien ketika menghadapi potensi kejutan ekonomi. (*) Ayu Utami

Related Posts

News Update

Top News