oleh Agung Galih Satwiko
PASAR saham di Asia hari Jumat minggu lalu ditutup mixed. Indeks Nikkei Jepang naik 1,2% sementara indeks Hang Seng Hongkong turun 0,7%. Di Eropa, FTSE 100 Inggris turun 1,1%, dan S&P 500 di AS tidak bergerak.
Investor di Asia menanti hasil BOJ meeting minggu ini (27-28 April) dan juga hasil Fed meeting tanggal 26-27 April. Pelaku pasar memperkirakan akan adanya tambahan stimulus dari BOJ, setelah bencana gempa di Jepang dan juga setelah ekonomi Jepang secara umum belum menunjukkan arah perbaikan yang signifikan. Mata uang Yen sendiri beberapa hari ini melemah terhadap USD, pada perdagangan hari Jumat kemarin Yen diperdagangkan hingga menyentuh level 111,8 Yen per USD. Meskipun demikian Yen telah menguat 7,5% year to date.
Bank of Japan saat ini masuk dalam 10 besar pemegang saham terhadap sekitar 90% saham di Nikkei 225 stock average. Kepemilikan BOJ bahkan melampaui kombinasi dua hedge funds besar dunia yaitu Blackrock dan Vanguard Group. Pembelian saham dan ETF (Exchange Traded Funds) oleh BOJ di satu sisi meningkatkan kepercayaan investor, namun di sisi lain intervensi tersebut membuat valuasi saham menjadi terdistorsi dan apabila pembelian BOJ semakin banyak maka akan berpengaruh juga pada likuiditas saham dan semakin membuat harga saham berbeda dengan fundamentalnya.
Total utang China mencapai 237% terhadap GDP pada akhir Q1 2016. Jumlah ini jauh di atas rata-rata total debt to GDP dari Negara berkembang (175% terhadap GDP), dan meningkatkan risiko krisis keuangan di China. Total utang China mencapai kurang lebih 163 triliun Yuan atau USD25 miliar per akhir Maret 2016. Meskipun jumlah tersebut sudah cukup mengkhawatirkan, namun yang lebih mengkhawatirkan adalah akselerasi penambahan utang China. Akhir 2007 total utang China terhadap GDP masih di sekitar 148%. Pertumbuhan utang yang signifikan di China membuat IMF baru-baru ini mengeluarkan peringatan akan naiknya risiko krisis keuangan di China. Tidak hanya IMF, salah satu investor terkemuka George Soros juga mengemukakan potensi bahaya dari naiknya utang China.
Purchasing Managers Index (PMI) zona Eropa bulan April turun ke level 53,0 dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 53,1. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun industri manufaktur Eropa masih berekspansi, namun akselerasinya menurun. Inflasi yang masih rendah dan juga pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan akan turun ke level 1,5% dibandingkan proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,7% membuat pelaku industri membatasi produksinya.
Investor di AS banyak melepas saham khususnya saham high-tech, karena laporan laba perusahaan Q1 2016 cenderung negatif. Harga saham Microsoft dan Google Alphabet turun masing-masing 7,2% dan 5,5% pada hari Jumat lalu setelah keduanya melaporkan laba yang berada di bawah ekspektasi pelaku pasar. Namun melalui program buyback saham oleh perusahaan yang didanai oleh tingkat bunga yang rendah, dan juga likuiditas yang cukup terjaga, maka tren dalam jangka menengah pasar saham AS akan terus naik. Masih dari AS, data flash manufacturing PMI bulan April turun ke level 50,8 dibandingkan bulan Maret yang mencatat angka 51,5. Level ini merupakan level terendah sejak September 2009.
Harga minyak dunia ditutup naik dengan ekspektasi produksi minyak AS yang akan terus menurun. Data jumlah kilang minyak yang aktif di AS turun 8 unit menjadi 343 unit, turun berturut-turut dalam lima minggu terakhir. WTI crude Nymex untuk pengiriman Juni naik USD0,55 (1,3%) ke level USD43,7 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Juni naik USD0,58 (1,3%) ke level USD45,1 per barrel.
Yield UST naik setelah harga minyak naik dan permintaan atas obligasi high yield juga naik. Pelaku pasar mencoret kemungkinan naiknya Fed Fund rate pada FOMC meeting mendatang, tanggal 26-27 April. Yield UST 10 tahun naik 2 bps ke level 1,89%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 tahun telah turun 38 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara itu yield UST 30 tahun naik 2 bps ke level 2,71%.
Pasar SUN ditutup melemah, yield SUN tenor 10 tahun naik 16 bps ke level 7,61%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 113 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup naik 12 poin (0,2%) ke level 4.915. Investor asing membukukan net buy sebesar Rp339 miliar, sehingga year to date investor asing membukukan net buy sebesar Rp6,3 triliun. Sejak awal tahun, IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 7% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Sementara itu, nilai tukar Rupiah melemah Rp41 ke level Rp13.194 per Dolar AS. Rupiah telah menguat Rp594 (4,3%) sejak akhir tahun lalu (Rp13.788/USD). NDF 1 bulan melemah Rp39 ke level Rp13.255 per Dolar AS. Sementara itu persepsi risiko stabil, CDS 5 tahun turun 1 bps ke level 190. CDS Indonesia 5 tahun telah turun 40 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 230 bps. (*)
Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK