e-Money; Mudahkan transaksi kecil. (Foto: Paulus Yoga)
Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritisi kebijakan Bank Indonesia (BI) yang akan mengenakan biaya pada isi ulang (top up) uang elektronik (e-money) pada akhir September mendatang.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan, pengenaan biaya pada isi ulang e-money sangat tidak memikirkan kepentingan konsumen disaat pemerintah ingin mendorong program less cash society segera cepat terlaksana.
“Sungguh tidak fair dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan disinsentif berupa biaya top up. Justru dengan model e-money itulah konsumen layak mendapatkan insentif, bukan disinsentif,” ujarnya dalam siaran persnya, di Jakarta, Minggu 17 September 2017.
Dia menilai, penggunaan uang elektronik memang upaya yang baik dalam mewujudkan transaksi nontunai, ditambah hal tersebut akan melindungi konsumen dalam pelayanan dan keamanan dalam bertransaksi. Namun dirinya tidak mentolerir bila semua bank mengenakan biaya pada isi ulang uang elektronik tersebut. (Bersambung ke halaman berikutnya)
Page: 1 2
Poin Penting IHSG menguat 1,46 persen ke 8.632,76, mendorong kapitalisasi pasar BEI naik 1,39 persen… Read More
Poin Penting OJK dan Polda Kalimantan Utara menuntaskan penyidikan dugaan tindak pidana perbankan di Bank… Read More
Poin Penting IHSG naik 1,46 persen ke level 8.632,76, diikuti kenaikan kapitalisasi pasar 1,39 persen… Read More
Poin Penting NII BTN melonjak 44,49 persen yoy menjadi Rp12,61 triliun pada kuartal III 2025,… Read More
Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More
Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More