Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank
PARA chief executive officer (CEO) ingin segera pindah “gigi” setelah hampir dua tahun “parkir” di jalur lambat bahkan sebagian babak belur terkena dampak pandemi COVID-19. Ada sejumlah indikator ekonomi mulai pulih. Salah satunya purchasing managers index (PMI) yang naik menjadi 57,2 pada Oktober 2021 sebagai indikator para CEO di sektor manufaktur siap meningkatkan produksinya. Mereka melihat adanya geliat permintaan kelas menengah seiring dengan melandainya kasus baru COVID-19.
Namun, ketidakpastian sepertinya belum berakhir dan harus dicermati para CEO dalam membuat rencana bisnis (business plan) pada 2022. Momentum kebangkitan ekonomi sudah kelihatan tapi ada tiga tantangan yang akan mengiringi tahun depan.
Satu, pandemi COVID-19 belum benar-benar berakhir. Kendati kasus di Indonesia sudah melandai namun sejumlah negara di Eropa kembali dilanda lonjakan sehingga kapan dunia terbebas dari pandemi belum bisa diketahui. Apalagi, saat ini dunia dihantui oleh munculnya virus corona varian Omicron.
Dua, normalisasi kebijakan The Fed yang diperkirakan dilakukan pada semester dua 2022 yang akan diikuti oleh bank-bank sentral di negara lain dan menciptakan ketidakpastian pasar keuangan global. Pengetatan likuiditas di emerging country bisa menekan permintaan yang belum cukup kuat karena meningkatnya suku bunga.
Tiga, luka dalam sektor korporasi akibat pandemi belum hilang dan membutuhkan waktu untuk konsolidasi, termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang sepertiganya bangkrut sehingga reaktivasinya membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sebentar. Di sektor perbankan, para CEO harus mencermati perkembangan kredit 200 debitur terbesar yang oustandingnya sekitar 20% dari total kredit perbankan yang mencapai Rp5.652 triliun per Oktober 2021 maupun perkembangan kredit yang direstrukturisasi.
Artinya, momentum pemulihan ekonomi yang mulai terlihat patut membawa optimistis, namun para CEO harus tetap berhati-hati menyiapkan ekspansi bisnis dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya siklus ekonomi yang kurvanya semakin pendek. Perlu dicatat, rencana bisnis yang dilakukan masa normal pun bisa menjadi bencana jika dilakukan terlalu ambisius tanpa memperhitungkan adanya siklus ekonomi. Apalagi di tengah kondisi yang tidak pasti seperti saat ini.
Oleh sebab itu, ekspansi bisnis yang disusun di tengah ketidakpastian harus dilakukan dengan hati-hati, taktis, dan adaptif. Dan yang paling penting adalah bagaimana business plan yang diputuskan kemudian bisa dijalankan. Di sini peran para pemimpin bisnis sangat menentukan, dimana mereka juga sudah mendapatkan kesempatan mempraktekkan manajemen krisis karena adanya pandemi COVID-19 sejak awal 2020.
Apalagi, peran seorang pemimpin justru lebih dibutuhkan dalam menghadapi ketidakpastian dan memimpin penyelesaian krisis. Kendati tidak semua CEO yang ada di dunia korporasi Indonesia memiliki pengalaman langsung dengan menjadi orang nomor satu dalam mengatasi krisis, namun semuanya pastinya telah meniti karir professional yang dalam perjalanannya pasti menghadapi masalah dan berusaha mengatasinya (problem solving).
Karena peran CEO sangat menentukan keberhasilan dan keberadaannya lebih dibutuhkan dalam mengatasi masalah, maka wajar jika para pemilik korporasi sering berburu business leader di pasar baik langsung maupun lewat head hunter yang pengalamannya teruji dan memiliki catatan keberhasilan. Terlebih lagi untuk menciptakan turn-around di perusahaan yang mengalami penurunan kinerja. Sebab, memimpin dalam krisis berbeda dengan memimpin perusahaan yang sedang tumbuh dan sustainable.
Dalam memimpin sustainable management, seorang pemimpin akan lebih memainkan peranan penting adalah strategi dan sumber daya manusia (SDM). Sedangkan dalam memimpin krisis, pengalaman dan keberanian seorang CEO sangat penting untuk mengambil keputusan secara cepat dan bagaimana mengatasi masalah-masalah struktural. Dan pastinya tentu tidak gampang menemukan business leaders terbaik dengan pengalaman memimpin penyelesaian krisis. Kalau ada orang yang bagus memimpin perusahaan di masa damai, belum tentu cocok untuk menangani krisis. Lalu seperti apa kriteria orang yang cocok menjadi pemimpin dalam kondisi krisis atau melakukan perbaikan di perusahaan?
Berdasarkan kesimpulan dari sejumlah mantan CEO yang berhasil yang pernah dihubungi Infobank, seorang pemimpin bisnis yang akan berhasil menyelesaikan krisis memenuhi tiga kriteria ini. Satu, memiliki cara berpikir yang pragmatis dan visinya clear serta tahu bagaimana cara mewujudkan visi tersebut.
Dua, menyukai tantangan dan memiliki keberanian untuk tidak popular kemudian akan lebih efektif lagi jika dia juga memiliki bakat kepemimpinan maupun pengalaman dalam menyelesaikan masalah. Sebab, ada profesional yang sangat andal sebagai manajer yang efektif tapi belum tentu berhasil menjalankan tugas sebagai pemimpin yang mengatasi krisis. Maka kepemimpinan yang efektif seringkali didukung oleh karakter yang kuat dan talent yang berguna untuk menunjang pekerjaanya seperti dalam berkomunikasi, memberi motivasi, maupun melaksanakan eksekusi.
Tiga, tidak lagi memikirkan dirinya sendiri dan hanya berorientasi kepada satu tujuan yaitu bagaimana membuat organisasi yang dipimpinnya bisa berhasil. Makanya, pemimpin-pemimpin besar yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis besar umumnya adalah profesional berpengalaman yang kehidupan ekonominya sudah selesai sehingga mereka bersedia menerima pekerjaan bukan karena faktor ekonomi maupun atribut. Posisi tawar mereka bukan lagi kompensasi, tapi ingin berkontribusi sehingga perlunya kepercayaan pemegang saham agar dia bersama timnya bisa bekerja secara independen termasuk menolak diintervensi dalam melaksanakan proses manajemen.
Lalu, bagaimana seorang CEO bisa berhasil memimpin restrukturisasi, transformasi, maupun konsolidasi? Apa saja area penting yang bisa dikendalikan seorang CEO sebagai kunci keberhasilan dalam mengarungi krisis yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti yang terjadi sejak 2020 hingga saat ini? Seperti apa perjalananan karir dan strategi sukses100 CEO dari industri perbankan, asuransi, multifinance, dan BUMN, dalam mengarungi masa sulit pandemic COVID-19? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Edisi Khusus Nomor 524 Desember 2021.