Jakarta–Beberapa bulan lalu, Jepang telah resmi umumkan penggunaan Bitcoin sebagai klasifikasi mata uang yang sah untuk ditransaksikan. Pasalnya, regulasi Bitcoin di Jepang akan diatur oleh lembaga yang juga mengelola peredaran mata uang Yen bernama Financial Services Agency.
Menanggapi negara maju yang meresmikan Bitcoin menjadi mata uang resmi, Pakar Digital Marketing, Anthony Leong mengatakan, Indonesia sebaiknya mengikuti jejak tersebut demi efisiensi dan juga transparan dalam bertransaksi.
“Semakin banyak yang menyetujui mata uang digital berarti Bitcoin semakin diterima di berbagai kalangan. Indonesia sudah saatnya mengikuti perkembangan zaman dalam hal mata uang ini. Teknologi ini bisa menjadi bagian turunan dari sistem keuangan global, karena memang efisien dan diatur secara desentralisasi melalui teknologi peer to peer,” ujar Anthony dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 16 Mei 2016.
Dirinya menyebut, bahwa dengan adanya Negara maju menunjukkan keseriusannya terkait pengembangan maupun penggunaan Bitcoin, hal ini akan membuat semakin terbuka dan diyakini akan semakin meluas dan diakui eksistensinya sebagai mata uang global di masa depan.
“Saya rasa dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, eksistensi Bitcoin pasti semakin melebar. Lahir pada 2009, perubahan pada teknologi mata uang digital yakni Blockchain ini terus berevolusi,” tukasnya.
Dia mencontohkan, salah satu perusahaan hiburan terbesar di Jepang, yakni DMM langsung merespon gunakan Bitcoin untuk semua transaksi produk dan layanannya. Tak hanya Jepang saja, Luxemburg beberapa waktu lalu juga telah melegalkan salah satu bursa Bitcoin raksasa bernama Bitstamp untuk beroperasi di Eropa.
Selain itu, Inggris juga tak mau ketinggalan, pada akhir tahun lalu menyetujui untuk mengelontorkan dana hingga US$14,6 juta untuk membangun lembaga penelitian khusus yang terfokus pada pengembangan mata uang digital. Negara tersebut meyakini teknologi Bitcoin diprediksi kuat akan merevolusi dunia, seperti internet.
“Fenomena penggunaan Bitcoin secara global sudah jelas mulai banyak dipakai di negara lain karena kehebatannya. Sama saja kita dulu juga tidak menyangka internet sehebat ini. Ini efisiensi di era sharing economy yang semakin berkembang. Coba bayangkan untuk kirim uang sekalipun ke negara lain bisa dalam sekejap atau hitungan detik saja dan tak dikenakan biaya,” ucapnya.
Sekjen Asosiasi Pengusaha Digital Indonesia ini juga menyarankan, agar sebaiknya pengusaha dan pemerintah tak perlu ragu atau khawatir menggunakan Bitcoin. Alasannya karena pada dasarnya Bitcoin dapat dipelajari dan diaplikasikan teknologinya untuk mendukung efisiensi sistem kerja.
“Kita coba lihat regulasi yang ada di Jepang dan Inggris, BitLicense muncul untuk bantu perusahaan nerapin regulasi KYC (Know Your Customer) dan anti pencucian uang dalam bisnis,” tutup Anthony.
Kendati demikian, bank sentral di beberapa negara tetap melarang bitcoin sebagai alat transaksi pembayaran. Misalnya saja seperti bank sentral di China, Korea, dan Thailand yang memutuskan bahwa bitcoin merupakan alat pembayaran atau transaksi ilegal.
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral di Indonesia juga memperingatkan akan risiko menggunakan bitcoin dan menekankan bahwa Bitcoin adalah mata uang atau alat pembayaran yang tidak sah. Menurut BI, risiko yang timbul dengan memiliki mata uang digital (bitcoin) harus ditanggung oleh pemiliknya.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus DW Martowardojo pernah mengatakan, bahwa menggunakan bitcoin untuk bertransaksi bisa melanggar beberapa undang-undang negara. Pasalnya, ada tiga undang-undang yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran.
Pertama, undang-undang Bank Indonesia (PBI). Kedua, undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan ketiga, undang-undang Mata Uang.
“Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Mata Uang dan UU No. 23 Tahun 1999 yang telah diubah beberapa kali, dan yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, Bank Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan mata uang virtual lainnya bukanlah mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia,” tegasnya. (*)
Editor: Paulus Yoga