Jakarta – Tiga prinsip perlu diadopsi pemerintah dalam merumuskan regulasi di industri berbasis digital. Ketiganya mutlak diperlukan agar pertumbuhan pesat ekonomi digital Indonesia tidak terhambat.
Laporan Google dan Temasek Holdings pada November 2018 mengumumkan bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Bertumbuh sebesar 49 persen dan diprediksi akan mencapai hingga USD 100 miliar pada 2025.
Pendiri Institute For Competition and Policy Analysis (ICPA) Muhammad Syarkawi Rauf mengungkapkan gemilangnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia itu bisa pudar jika pemerintah tidak hati-hati dalam merumuskan regulasi.
”Regulator harus mengerti karakter alamiah dari sektor digital yang berbeda dengan sektor brick and mortar (transaksi jual beli tatap muka). Pemerintah dan otoritas persaingan, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dapat membuat kebijakan yang lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital,” ungkapnya seperti dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 28 Januari 2019.
Maka Syarjawi yang merupakan Ketua KPPU 2015 – 2018 itu menyarankan pemerintah memertimbangkan tiga prinsip dalam pembuatan kebijakan dimaksud.
Pertama, menjaga agar kebijakan pemerintah tidak menciptakan hambatan masuk ke pasar ekonomi digital bagi pelaku usaha baru.
Kedua, memastikan pemain dominan tidak menyalahgunakan kekuasaan pasar yang dimiliki. Ketiga, mengawasi agar posisi dominan tidak dicapai dengan cara-cara bersaing yang tidak sehat.
Baca juga: Hadapi Ekonomi Digital, Jack Ma Siap Bantu RI Kembangkan SDM
Dalam praktiknya, menurut Syarkawi, ketiga prinsip itu dapat diterapkan ketika menelaah persaingan usaha seperti antara GOJEK dan Grab. KPPU sebaiknya memperhatikan dampak dari perang harga yang dapat melahirkan satu pemain dominan.
”Sedangkan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebaiknya menghindari pemberlakuan kuota yang rawan praktik kartel dan korupsi, jual beli kuota, serta tidak menciptakan hambatan masuk pasar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)” sarannya.
Regulator memang harus berpacu dengan perubahan inovasi bisnis dan teknologi yang pesat dengan mengerti redefinisi persaingan usaha dalam sektor digital yang unik. ”Semakin lama regulator menggunakan lensa persaingan usaha di era sebelum digital, semakin kecil potensi kontribusi ekonomi yang dapat diterima oleh Negara,” Syarkawi mengingatkan.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip di atas, lanjutnya, regulator dapat mencapai keseimbangan antara melindungi publik sebagai konsumen, mendukung pertumbuhan ekonomi negara melalui pemasukan dari sektor digital, dan mendukung inovasi dari para pengusaha.
Hal tersebut sejalan dengan ucapan presiden Joko Widodo (Jokowi) saat bersilaturahim dengan para pengemudi transportasi online di Jakarta, 12 Januari 2019. Regulasi harus mengimbangi cepat dan dinamisnya industri berbasis teknologi.
Regulasi, menurut Jokowi, harus bisa mengakomodir kepentingan semua pihak baik mitra pengemudi, konsumen, maupun penyedia aplikasi.”Semuanya harus berada pada posisi saling diuntungkan. Di situ senang, di sini senang, semuanya senang. Yang paling penting kan itu,” tegasnya.(*)