Jakarta – Adopsi kecerdasan buatan manusia atau artificial intelligence (AI) di industri perbankan adalah keniscayaan. Namun, bank-bank juga harus terus meningkatkan penjagaan atas keamanan siber (cyber security).
“Attack di BSI (Bank Syariah Indonesia) membuat kita belajar banyak bagaimana merancang cyber security yang komplet. Kemarin kita dipanggil pemerintah atas kasus PDNS (Pusat Data Nasional Sementara) karena banyak internal data down,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Kartika Wirjoatmodjo, di Jakarta, Kamis, 25 Juli 2024.
Tiko, sapaan Wakil Menteri BUMN itu, mengungkapkan hal itu saat memberikan keynote speech dalam acara CxO Forum Banking Update bertema “Meningkatkan Layanan Perbankan dengan Mengadaptasi Peran AI dan Machine Learning serta Memperkokoh Keamanan Siber” yang digelar Perbanas.
Baca juga: Tiko: AI, “Tuhan Baru” yang Belum Sesuai Harapan
Selain Tiko, hadir sebagai narasumber antara lain Mohamad Miftah (Direktur Pengembangan Perbankan OJK), Bayu Hanantasena (Dirut Lintasarta), David Formula (SEVP Group Strategic IB BCA), dan Eko B Supriyanto (Chairman Infobank Media Group).
Menurut Tiko, banyak variabel untuk pengamanan siber di bank. Sebab, masuknya serangan (attack) bisa dari mana saja. Di bank Himbara seperti BRI dan Bank Mandiri, prosedur internal untuk melakukan pengawasan dari belakang (back door).
“Di backdoor itu multi-variabel. Bisa terkait PC (Personal Computer) lama atau password user yang digunakan. Makanya di BRI dan Mandiri rutin dilakukan penyapuan dan skrening seluruh akses dan orang yang mempunyai akses, serta penggantian password,” ungkap Tiko.
Penjagaan siber di backdoor bank, kata Tiko, mirip penjagaan sebuah rumah.”Ada pagar, ada anjing, ada satpam, dan juga sniper untuk melakukan surveilance. (Sniper) ini bisa tembak mati user yang tidak sesuai fungsinya atau petugas internal yang melampaui kewenangan tugasnya,” ujarnya.
Baca juga: Marak Serangan Siber, AFTECH: Perlu Ada Update Keamanan Teknologi di Industri Fintech
Pengawasan atas pemanfaatan AI di perbankan, kata Tiko, juga perlu dilakukan. Sebab, algoritma AI masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya terkait dengan profil nasabah yang masih banyak bermasalah.
“Buktinya, pinjaman online yang mengandalkan AI banyak juga yang macet. Jadi, tetap harus dilakukan kombinasi antara sentuhan manusia (human touch) dan machine learning,” saran Tiko. (DW)