Tiga Tantangan Utama BPR di 2020

Tiga Tantangan Utama BPR di 2020

Surakarta – Ekonomi dunia tahun 2020 diperkirakan masih menurun, dan berdampak pada ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan tumbuh 5,1 persen. Selain itu, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dinilai masih menghadapi 3 tanyangan berat.

Ketiga tantangan tersebut antara lain soal kebutuhan modal, kebijakan KUR dan berkembangnya fintech. Demikian dikemukakan oleh Wymbo Widjaksono selaku Ketua Umum Pesakom BPR/BPRS Solo Raya dalam pembukaan Seminar Outlook Ekonomi 2020: Eksistensi BPR/BPRS di Indonesia, di Surakarta, 6 Januari 2020.

Wymbo merinci 3 tantangan BPR di 2020 tersebut antara lain pertama ialah mengenai keputusan Pemerintah yang akan menurunkan suku bunga kredit usaha rakyat (KUR) dari 7% menjadi 6% pada tahun yang baru ini. Tak hanya menurunkan suku bunga saja, tetapi juga menaikkan target realisasi KUR sebesar 36% menjadi Rp190 triliun, serta plafon pada debitur mikro pun akan ditingkatkan dari Rp25 juta menjadi Rp50 juta.

“Imbasnya adalah segmen KUR tersebut menyasar debitur yang sama dengan BPR yakni mikro,” kata Wymbo di Surakarta.

Meski demikian, pihaknya di BPR akan tetap mendukung rencana Pemerintah untuk memberikan akses mudah dan murah untuk UMKM melalui KUR. Namun begitu pihaknya berharap bahwa BPR/BPRS juga diberikan porsi untuk menyalurkan KUR dengan syarat yang tidak memberatkan industri BPR.

Sementara itu, lanjutnya, tantangan kedua yang cukup berat adalah persaingan dengan pinjaman online alias Financial Technology (Fintech) peer to peer lending yang dimana mampu tumbuh melesat mencapai 121,76% di 2019. Dibandingkan pertumbuhan kredit perbankan yang hanya mencapai kisaran 7% per November 2019. 

Selain itu, tantangan terakhir, yang dihadapi oleh BPR/BPRS adalah kebutuhan modal. Di mana dalam POJK no 05/POJK.03/2015 tentang kewajiban penyertaan modal minimum dan pemenuhan modal inti BPR Rp3 miliar paling lambat 31 Desember 2019 dan Rp6 miliar pada 31 Desember 2024 yang harus segera terpenuhi.

“Kiranya perlu adanya regulasi dari pemerintah dalam hal ini OJK, yang membawa angin segar untuk pelaku bisnis BPR/BPRS. Salah satunya supaya BPR bisa menjadi Perusahaan Terbuka dengan diberi ijin melakukan perubahan anggaran dasar dimana pemegang saham tidak dibatasi hanya WNI,” tegas Wymbo.

Menurutnya, landasan pemikiran tersebut didasari karena perusahaan Fintech bisa mencari dan mendapatkan modal asing yang memiliki unlimited resources dan Fintech sendiri sudah operasional di seluruh Indonesia. (*)

Editor: Rezkiana Np

Related Posts

News Update

Top News