Jakarta – Institute for Development Economic and Finance (Indef) menilai, tiga tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) inflasi masih dapat terkendali dan terjaga. Namun, laju inflasi yang rendah tersebut tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat yang justru menurun.
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengatakan, tujuan utama pengendalian inflasi yakni terjaganya daya beli sehingga tak menggerus pendapatan masyarakat. Kendati demikian, stabilitas terhadap harga pangan dan energi yang terjadi hanya menunjukan stabilitas dalam level yang tinggi.
“Artinya bahwa data-data mengenai stabilitas harga kebutuhan pokok, stabilitas harga pangan, harga energi memang ya terjadi selama tiga tahun berlangsung. Tapi yang jd persoalan adalah stabilitas itu stabilitas dalam level yang tinggi,” ujarnya ditemui di Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.
Stabilitas di level tinggi yang dimaksud adalah stabilitas harga yang terjadi di level penjual. Sementara di level eceran harga yang dijual masih terlalu tinggi dibandingkan dengan harga internasionalnya meski pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan harga eceran tertinggi (HET).
“Harga beras kita lebih dari dua kali lipat harga internasional. Harga gula kita, hampir tiga kali lipat, harga kedelai. harga pangan lain semua di atas harga internasional sehingga data BPS mengkonfirmasi bahwa pendapatan masyarakat konsumen sudah 38 persen sendiri hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan,” ucapnya.
Lebih lanjut dirinya menilai jika kenaikan harga yang diatur oleh pemerintah (administered price) menambah beban masyarakat, maka hal ini yang kemudian membuat daya beli masyarakat habis dan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs).
“Listrik kenaikan menjadi 10 persen dari pendapatan. Bayangkan untuk pangan 38 persen, listrik 10 persen sudah 48 persen. Untuk transport apalagi di Jakarta hampir 30 persen berarti untuk basic needs saja lebih dari 70 persen atau hampir 80 persen. Artinya untuk non itu semua hanya 30 persen,” tutupnya. (*)