Bukit Tinggi – Transformasi digital di sektor jasa keuangan tengah berlangsung dengan masif. Adopsi terhadap teknologi digital seperti big data analytic, artificial intelligence (AI) terus meningkat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ada 3 isu utama yang dihadapi sektor jasa keuangan dalam arah transformasi digital ke depan.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida mengatakan, ketiga isu utama tersebut mencakup soal integrasi, disrupsi, dan capacity. Ia merinci, dari sisi integrasi contohnya ada suatu platform digital yang menawarkan layanan yang berbeda-beda. Misalnya platform ride sharing yang menyediakan service transportasi yang izin dan pengawasannya dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. Lalu di dalamnya ada sistem pembayaran yang pengawasannya dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
“Kemudian bisa saja ada layanan pembiayaan juga, yang pengawasannya oleh OJK. Maka itu perlu ada kolaborasi atau sinergi antar beberapa regulator,” ujar Nurhaida dalam Focus Group Discussion “Inovasi Keuangan Digital dan Digitalisasi Pengawasan Sektor Jasa Keuangan” di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, 18 Desember 2021.
Selanjutnya, isu kedua adalah disrupsi. Ini adalah perubahan besar-besaran karena memanfaatkan teknologi. Misalnya ada kerja sama antara BPR dengan fintech. BPR dalam menyalurkan kredit dibatasi wilayah. Tapi lewat kerja sama dengan fintech, BPR bisa menyalurkan kredit tidak lagi di wilayah terbatas. Dengan begitu, OJK sebagai regulator mungkin saja perlu melakukan penyesuaian terhadap aturan industri BPR.
Terakhir isu capacity yang harus disikapi dengan meningkatkan kemampuan SDM dari sisi digital. Baik di pelaku industri maupun OJK sebagai regulator.
“Kami di OJK di tahun 2022 dan ke depannya punya rencana pengembangan SDM untuk meningkatkan digital talent. Baik secara frekuensi dan budgetnya kita tingkatkan,” pungkasnya. (*) Ari Astriawan.