Tiga Alasan Investasi dan Fintech Ilegal Masih Marak

Tiga Alasan Investasi dan Fintech Ilegal Masih Marak

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan tiga alasan investasi dan fintech illegal masih marak dan memakan korban di tengah pandemi COVID-19.

Pertama, menurut survei OJK akhir tahun 2019, dari sisi masyarakat secara umum tingkat literasi keuangannya relatif rendah, yaitu 38%. Sementara, tingkat inklusi keuangan sebesar 76%. Bahkan, tingkat literasi untuk pasar modal atau produk investasi lebih rendah lagi, yaitu 5%.

“Mereka (masyarakat) umumnya tidak paham konsep underlying investasi, tidak paham uang investasinya kemana, hanya percaya dari website atau transaksi virtual. Kemudian, mereka banyak yang tidak paham konsep bunga majemuk, tidak paham juga tentang konsep high risk high return. Masyarakat kadang suka terbuai dengan tawaran bunga dan imbal hasil tinggi tanpa resiko,” kata Tirta Segara, Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK, dalam Webinar Infobank “Melindungi Masyarakat dari Jeratan Fintech dan Investasi ilegal – Cara Berinvestasi dan Mencari Pendanaan Aman di Masa Pandemi”, Selasa, 13 April 2021.

Tirta melanjutkan, alasan kedua, yaitu penyalahgunaan kemajuan teknologi oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Meskipun Satgas Waspada Investasi telah menutup ribuan investasi illegal, namun praktik investasi masih bermunculan silih berganti. 

“Kemajuan teknologi turut mendorong investasi dan fintech ilegal. Pembuatan atau replikasi situs penipuan menjadi lebih mudah dan murah karena teknologi. Terlebih, pelaku tidak harus punya kantor fisik, hanya sewa ruko, tetapi lingkup operasi sangat luas di berbagai daerah. Dengan perkembangan dunia digital, penawaran investasi illegal ditawarkan lintas border di luar wilayah NKRI sehingga sulit mengambil tindakan hukum,” lanjutnya.

Ketiga, menurut Tirta, OJK melihat adanya kecenderungan perilaku masyarakat yang kurang bijak dalam berinvestasi. Kemudian, bagi kelompok masyarakat yang mencari pembiayaan atau sebagai peminjam, juga berperilaku kurang hati-hati dan berpikir panjang dengan meminjam biaya di luar batas kemampuan.

“Ada pengaduan kepada OJK kalua tidak mampu bayar hutangnya, setelah ditelusuri, mereka meminjam lebih dari 10 fintech. Bahkan, ada konsumen yang meminjam ke 40 fintech sekaligus dalam satu minggu,” pungkasnya. (*) Ayu Utami

Related Posts

News Update

Top News