Jakarta – Calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) Destry Damayanti mengungkapkan alasan tingkat suku bunga acuan atau BI Rate yang masih berada pada level tinggi, meski laju di dalam negeri cenderung rendah.
Hal ini disampaikan Destry dalam menjawab pertanyaan dari salah satu Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit & proper test) di Komisi XI DPR RI, Senin (3/6/2024).
Destry menyebutkan bahwa dalam menentukan arah kebijakan suku bunga, BI mempertimbangkan faktor laju inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. Hal itu sesuai dengan tujuan BI dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yakni menjaga stabilitas rupiah.
Baca juga: LPS Pertahankan Suku Bunga Penjaminan, Bank Umum 4,25 Persen dan BPR 6,75 Persen
Kemudian, laju inflasi di dalam negeri saat ini sudah relatif rendah dan terkendali dalam target sasaran. Meski begitu, BI memandang bahwa risiko inflasi masih tetap ada, khususnya dari kenaikan harga pangan.
Lebih lanjut, tekanan pada nilai tukar rupiah juga cenderung meningkat, disebabkan oleh kondisi eksternal atau dari sisi global.
Tentu hal tersebut menjadi pertimbangan BI untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen pada April 2024.
“Sehingga pada saat kami memutuskan menaikkan suku bunga 25 basis poin padahal inflasinya relatif terkendali, tapi di satu sisi kita lihat tantangan inflasi domestik masih ada dari volatile food, ini yang salah satu dari kami melihat masih ada risiko domestik. Kedua, tantangan untuk rupiah kaitannya dengan nilai tukar, karena DXY terus menguat,” jelasnya.
Baca juga: Incar Laba Rp840 M, Ini Jurus Bank BPD Bali Jaga Margin di Era Suku Bunga Tinggi
Adapun tekanan atau depresiasi rupiah juga tengah dialami oleh banyak negara. Seperti, di Jepang yang mana otoritas moneter negara tersebut telah melakukan intervensi secara besar-besaran, tapi yen Jepang tetap mengalami pelemahan.
“Walaupun inflasi sudah rendah, kok suku bunga belum kita turunkan? Karena memang kita masih melihat ada beberapa faktor risiko, baik dari domestik, khususnya yang sumbernya dari eksternal,” paparnya. (*)
Editor: Galih Pratama