Jakarta – Pandemi covid-19 yang masih berlangsung di Indonesia sempat membuat ekonomi Jawa Barat (Jabar) terkontraksi cukup dalam sebesar -5,98% (yoy) pada kuartal II-2020. Meski begitu, Bank Indonesia (BI) optimis ekonomi Jabar pada kuartal III-2020 bisa membaik seiring dengan penerapan kebiasaan baru atau new normal di Jawa Barat.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Provinsi Jawa Barat Herawanto saat menghadiri Webinar Kick Off West Java Economic Society (WJES) 2020. Menurutnya resesi ekonomi memang tak bisa dihindarkan ditengah Pandemi, namun dirinya tetap optimis pada 2021 ekonomi RI kembali bangkit positif.
“Pandemi dampaknya luar biasa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat di kuartal II-2020 terkontraksi hingga -5,98%. Namun kita percaya ekonomi Jawa Barat di Kuartal-III lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya. Sementara itu Insyaallah kedepan bisa positif di 2021,” kata Herawanto melalui live video conference, Rabu 23 September 2020.
Ia mengungkapkan, beberapa indikator di kuartal-III sudah mulai membaik diantaranya survei harga eceran, survei harga konsumen serta inflasi. Adapun, kata dia, salah satu kunci agar bertahannya ekonomi dan meningkatnya daya beli masyarakat ialah keseimbangan kebijakan anatara kesehatan dan ekonomi.
“Pengetatan aktifitas masyarakat harus dilakukan secara berimbang dan dinamis karena kebijakan berimbang secara dinamis adalah kunci,” ujar Herwanto.
Selain itu, dirinya menyebut Inflasi Jawa Barat pada triwulan II 2020 tetap terkendali dan berada pada rentang sasaran inflasi 3% ± 1%, yakni sebesar 2,21%(yoy). Realisasi tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan II 2019 yang mencapai sebesar 3,48% (yoy) maupun triwulan I 2020 yang sebesar 3,94% (yoy).
Ia menilai, tekanan permintaan yang berkurang karena kondisi perekonomian yang terkontraksi dan terjaganya pasokan pangan strategis akibat panen raya padi dan hortikultura, mendorong laju inflasi yang cenderung rendah. Meskipun demikian, capaian inflasi IHK Jawa Barat pada triwulan II 2020 masih lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,54%(yoy).
Tekanan inflasi tersebut berasal dari kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau terutama subkelompok Makanan yang menjadi penyumbang inflasi terbesar. (*)
Editor: Rezkiana Np